Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus dugaan korupsi perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Hilton, Ali Mazi, meminta fatwa kepada Ketua Mahkamah Agung (MA) soal penonaktifan dirinya sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara. Kuasa hukum Ali Mazi, Bonaran Situmeang, di Jakarta, Jumat, mengatakan, fatwa itu diajukan oleh kliennya untuk memperjelas posisi Ali Mazi saat melakukan perpanjangan HGB Hotel Hilton. "Jadi fatwa itu untuk mempertanyakan soal penonaktifan. Waktu melakukan perpanjangan HGB, Ali bukan sebagai gubernur, jadi kenapa dinonaktifkan," kata Bonaran. Permohonan fatwa yang diajukan Ali Mazi pada 14 Maret 2007 itu mendapat jawaban dari Ketua MA, Bagir Manan, pada 26 April 2007. Fatwa yang ditandatangani Bagir itu menyatakan penonaktifan diserahkan kepada pemerintah dan MA tidak bisa mengintervensi. Namun, dalam fatwa itu dipertimbangkan, kasus pidana korupsi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang masih berlangsung, terjadi sebelum berlakunya UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor), dan dengan demikian tindakan perpanjangan HGB dilakukan dalam kapasitas Ali Mazi sebagai advokat pada 1999, bukan sebagai gubernur. Fatwa itu juga mempertimbangkan adanya putusan gugatan perdata Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang menyatakan bahwa pemberian perpanjangan HGB adalah sah menurut hukum dan dengan demikian penerbitan sertifikat atas tanah tersebut juga sah menurut hukum. Selain itu, fatwa juga mempertimbangkan adanya putusan Dewan Kehormatan Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) yang memutuskan bahwa Ali Mazi tidak bersalah. Selain pertimbangan tiga hal tersebut, fatwa Ketua MA juga menyebutkan perlu pula dikaitkan dengan pasal 14, 15, 16 UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat bahwa advokat tidak dapat dikenai ancaman pidana saat menjalankan tugasnya. Bonaran mengatakan, penonaktifan Ali Mazi seharusnya tidak hanya didasarkan pada UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 31 ayat 1 UU Pemda mengatur Presiden dapat memberhentikan Kepala Daerah tanpa persetujuan DPRD apabila didakwa melakukan perbuatan korupsi, makar, atau terorisme. Menurut Bonaran, pasal 14, 15, dan 16 UU Advokat seperti yang disebut dalam fatwa MA itu seharusnya juga dipertimbangkan sebelum penonaktifan Ali Mazi sebagai Gubernur. Bonaran mengatakan, rencananya fatwa MA itu akan dikirimkan kepada Menteri Dalam Negeri. Tim kuasa hukum Ali Mazi, lanjutnya, akan berunding untuk mempertimbangkan apakah fatwa MA itu akan dijadikan bahan pembelaan untuk proses persidangan. "Kita masih mempertimbangkan. Kita dengar dulu tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan selanjutnya kita berunding untuk mempertimbangkan," katanya. Pada 1 Mei 2007, JPU akan membacakan tuntutan terhadap Ali Mazi dan terdakwa lainnya dalam kasus dugaan korupsi perpanjangan HGB Hotel Hilton, Direktur Utama PT Indobuildco Pontjo Sutowo, di PN Jakarta Pusat.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007