Jakarta (ANTARA News) - Teriknya matahari Jakarta tidak menjadikan pukulan-pukulan petenis Indonesia Justin Barki mengendur kala berhadapan dengan pasangan Sora Fukuda (Jepang)/Scott Puodziunas (Australia), Minggu (3/12).

Justru keadaan tersebut membuat petenis berusia 17 tahun tersebut berhasil mengamankan gelar turnamen tenis internasional TEZ Tennis Open 2017 seri kedua bersama pasangannya asal India Vijay Sundar Prashanth yang lebih senior setelah melalui laga super tie break, 4-6, 7-6(5) [10-4].

Gelar tersebut merupakan gelar kelima Barki di turnamen berlevel men`s futures, di mana empat gelar sebelumnya didapatkan bersama andalan Merah Putih Christopher Rungkat yang terakhir terjadi pekan sebelumnya dalam turnamen TEZ Tennis Open 2017 seri pertama.

Bagi pecinta tenis, rentetan gelar yang diraih oleh Barki dan Rungkat seolah menjadi penyegar dahaga merosotnya prestasi tenis Indonesia di ajang internasional yang sudah terjadi beberapa tahun ke belakang.

Padahal, olahraga ini boleh dibilang sangat membanggakan Indonesia meskipun belumlah secemerlang bulu tangkis dan angkat besi yang sanggup memberikan medali pada olimpiade.

Dalam lingkup Asia Tenggara bahkan Asia, tenis boleh berbangga hati, pasalnya dalam klasemen medali abadi di kedua ajang tersebut, Indonesia masuk ke jajaran tiga besar terbaik.

Di level SEA Games, Indonesia menjadi negara kedua terbaik dengan 48 medali emas, lebih banyak 42 medali dari Filipina di tempat ketiga dan hanya kalah empat medali dari Thailand yang mengumpulkan 52 emas.

Hebatnya, tenis Indonesia menjadi satu-satunya tim Asia Tenggara yang masuk jajaran lima terbaik di kawasan Asia dengan mengumpulkan 15 emas atau hanya kalah dari Jepang (27 emas) dan Korea Selatan (16), namun raihan itu lebih baik dari negara dengan tradisi tenis yang kuat, India, yang hanya mampu mengoleksi enam emas.

Sedangkan Thailand dan Filipina yang merupakan saingan terberat di Asia Tenggara hanya menempati posisi tujuh dan delapan dengan memperoleh lima dan tiga medali emas.

Tenis juga dalam beberapa edisi Asian Games berhasil menyumbangkan emas terbanyak untuk kontingen Merah Putih, melebihi cabang andalan bulu tangkis.

Tenis pun menjadi penyumbang medali emas terbanyak kedua sepanjang masa bagi Indonesia di ajang Asian Games di bawah bulu tangkis yang mendapat 26 emas.

Catatan apik Asian Games yang terjadi pada 1970-an hingga 1990-an di mana tenis Indonesia yang diperkuat pemain-pemain mulai dari Atet Wiyono, Justedjo Tarik hingga angkatan Wailan Walalangi dan Suharyadi di sektor putra lalu Yayuk Basuki yang diikuti Angelique Widjaja di sektor putri sangat dominan di kawasan Asia.

Prestasi moncer tingkat Asia berlanjut kala memasuki era 2000-an. Itu terjadi pada tahun 2002 di Busan, Korea Selatan, di mana Merah Putih menggondol satu emas beregu putri dan satu perak ganda putri oleh Wynne Prakusya/Angelique Widjaja.

Namun momen itu menjadi yang terakhir kalinya Merah Putih bisa "berbicara" banyak di tingkat Asia.

Target

Meski prestasi tenis cenderung terjun bebas di kancah Asia, Persatuan Lawn Tenis Indonesia (Pelti) bukannya tanpa target untuk mengarungi pesta olahraga Asian Games edisi ke-18

Rildo Ananda Anwar, Ketua Umum Pelti periode 2017-2022 menargetkan prestasi setinggi-tingginya dalam Asian Games 2018, walau secara realistis dia mengakui akan sulit mewujudkannya meski diperkuat petenis terbaik Indonesia saat ini, Christopher Rungkat, yang bisa bermain di nomor tunggal putra, ganda putra dan ganda campuran.

Kendati peringkat petenis Indonesia kalah mentereng dari pemain negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, Korea Selatan, Uzbekistan, Kirgistan dan negara lainnya, namun petenis putri Beatrice Gumulya menilai Indonesia masih memiliki peluang.

Dia mencontohkan perjuangannya meraih gelar juara di Asian Indoor Martial Art Games 2017 di Turkmenistan mengalahkan kompatriotnya Aldila Sutjiadi 6-3, 3-6, 6-3 di partai final yang sebelumnya harus mengalahkan pemain-pemain kuat di ajang tersebut.

Rildo tengah berupaya memperbesar segala peluang yang ada dan menyusun strategi terbaik untuk mewujudkannya.

Langkah awalnya adalah pemetaan kekuatan lawan dan kekuatan Indonesia sendiri, pengiriman pemain untuk mengikuti turnamen di luar negeri, hingga kemungkinan pemilihan pelatih pemusatan latihan nasional (Pelatnas) yang tujuannya mematangkan persiapan menuju Asian Games 2018.

Kepengurusan Baru

Terpilihnya kepengurusan baru dibawah pimpinan Rildo Ananda Anwar, Ketua Umum Pelti memang terkesan tidak akan berdampak besar jika tujuannya untuk Asian Games 2018 ini di tengah waktu semakin sempit.

Namun jika hal tersebut dipersiapkan untuk target jangka panjang, apa yang diungkapkan Rildo, bisa menjadi kunci kembalinya kejayaan tenis Indonesia di kancah Asia.

Pasalnya, ketika tenis Indonesia sedang jaya-jayanya hingga salah satu petenis Indonesia Yayuk Basuki sempat menempati peringkat 20 dunia sebagai petenis pro, tidak terjadi dengan proses yang mudah, singkat dan tanpa faktor pendukung lainnya.

Kala itu, setiap pemain selain mendapatkan program pelatihan yang sangat baik, juga didukung dengan mengikuti turnamen di dalam dan luar negeri.

Bahkan, kalaupun tak main di luar negeri, di Indonesia sendiri turnamen tenis banyak diselenggarakan, mulai tingkat satellite hingga turnamen Wismilak International yang berlangsung di Surabaya kemudian di Bali dan sempat berubah nama menjadi Commonwealth International dengan diikuti para petenis putri peringkat 10 besar dunia seperti Ana Ivanovic, Svetlana Kuznetsova serta lainnya.

Lapangan tenis-pun sepertinya menjamur kala itu Indonesia, bahkan lapangan tenis Senayan menjadi ikon tersendiri bagi tenis Indonesia yang menjadi kawah candra dimukanya petenis Indonesia dalam menggodok permainannya dalam program Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) yang terpusat di sana.

Akan tetapi, mengikuti seretnya prestasi tenis Indonesia yang membuat pamor olahraga tersebut menurun di Indonesia, mengakibatkan berbagai turnamen yang dulu berjaya di Indonesia harus gulung tikar.

Selain itu, lapangan tenis senayan yang begitu disakralkan oleh pelaku tenis tanah air, juga harus "hilang" menjadi kurang dari 10 lapangan dari sebelumnya 21 lapangan karena masuk rencana renovasi Kompleks Olah Raga Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta untuk Asian Games 2018 yang tak serta-merta diterima oleh "orang-orang" tenis karena dianggap menghilangkan nilai historis lapangan tenis yang pernah menjadi saksi kejayaan dunia tenis Indonesia tersebut.

Angin segar pun dihembuskan Rildo yang terpilih menjadi Ketua Umum Pelti dalam Musyawarah Nasional di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu (26/11) dalam rencana program kerja yang disampaikan saat kampanyenya.

Setidaknya ada tiga hal utama yang disampaikan Rildo, yaitu mendorong kepala daerah untuk membangun lapangan tenis untuk pemantauan bibit-bibit tenis di Indonesia, pemetaan pemain untuk mencari pemain terbaik dan berbakat dari seluruh negeri, serta bantuan pencarian sponsor bagi para pemain yang terjaring tersebut untuk ikut turnamen internasional di luar negeri dengan harapan pemain hanya terfokus untuk bertanding.

"Tujuannya pasti untuk menciptakan kembali atlet berprestasi seperti mantan petenis nasional Yayuk Basuki dan lainnya atau melebihi mereka. Karenanya saya harap teman-teman pengurus bisa berbuat banyak dan konsentrasi akan hal itu serta masing-masing yang duduk harus tahu apa kerjanya jangan banyak tapi nggak ngerti apa-apa," ujar Rildo.

Apa yang diungkapkan Rildo, bersambut dengan keinginan para petenis tanah air. David Agung Susanto, petenis putra mengharapkan janji-janji tersebut bisa terlaksana sehingga tenis Indonesia kembali berjaya.

"Saya harap janji itu terwujud, seperti soal turnamen itu saya setuju, malah walau jika hanya bermain di Indonesia dengan tingkat internasional dan rutin, saya yakin akan memotivasi bibit-bibit tenis lagi untuk berlatih dan berusaha lebih keras untuk juara akhirnya tenis Indonesia saya yakini bisa bangkit kembali," tutur David saat dihubungi.

Kebangkitan tenis Indonesia dari tidur panjangnya itu mungkin menjadi harapan seluruh masyarakat Indonesia, namun pasti menjadi harapan legenda tenis Indonesia Yustedjo Tarik yang semasa jayanya pernah menyumbangkan empat emas di dua edisi Asian Games (1978 dan 1982).

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017