Jakarta (ANTARA News) - Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman menekankan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan sebuah keputusan besar sehingga perlu kehati-hatian, tetapi bukan berarti pemerintah ragu-ragu. "Saya tidak bilang kami ragu-ragu (membangun PLTN), tetapi hati-hati dan ragu-ragu memang tipis bedanya," kata Kusmayanto di Jakarta, Jumat. Pada Rabu (4/7) Menristek mengantar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke reaktor nuklir riset Siwabessy di Serpong, Banten.. Khusus untuk PLTN, ujarnya, merupakan keputusan besar yang musti memperhatikan dengan seksama isu, faktor dan perhitungan dari sudut pandang sosial, ekonomi, politik dan teknologi. Soal PLTN ini juga memerlukan kerja keras dan kerja cepat dalam rangka mengambil keputusan di akhir tahun 2007, ujarnya. Berhubung pada 2008 sudah mulai dilakukan tender untuk pembangunan PLTN Muria yang konstruksinya dijadwalkan mulai dilakukan pada 2010. Sebelumnya pakar nuklir Prof Dr Sofyan Yatim mengakui, terdapat potensi bahaya besar dari suatu reaktor nuklir dengan limbah radioaktifnya yang berasal dari hasil belah uranium dan plutonium, namun potensi itu tetap terkendali dalam sistem dan diatur secara internasional. Suatu PLT Nuklir berkapasitas 1.000 MW, ia memberi contoh, akan memproduksi per tahunnya limbah aktivitas tinggi berupa 27 ton bahan bakar bekas yang jika diproses menjadi hanya tiga meter kubik, limbah aktivitas sedang 310 ton dan limbah aktivitas rendah 460 ton (70-80 persen). Penanganannya dengan membiarkan unsur tersebut meluruh bersamaan dengan waktu, dengan prinsip pengurangan volume, mengolahnya menjadi bentuk stabil secara fisik dan kimia, sebelum akhirnya dipindahkan ke tempat yang terisolasi dari lingkungan. Penampungan limbah radioaktif ini adalah kontainer baja di lokasi PLTN untuk menurunkan radioaktivitasnya sebelum dipindah ke tempat yang secara geologi memenuhi syarat.Bahan bakar bekas yang beradioaktivitas tinggi akan ditampung dalam kontainer berkekuatan lebih dari 100 ribu tahun. "Bahan bakar bekas ini masih memiliki nilai ekonomi tinggi karena bisa kembali diolah menjadi bahan bakar nuklir baru. Itulah mengapa seringkali ada perjanjian dengan penyuplai uranium untuk mengembalikan bahan bakar bekasnya kepada mereka, misalnya kita harus re-ekspor ke AS," katanya. Sementara itu, PLTU batubara berkapasitas 1.000 MW akan menghasilkan limbah per tahunnya berupa CO2 sebanyak 6,5 juta ton, SO2 44 ribu ton, NOx 22 ribu ton, dan abu 320 ribu ton yang mengandung 400 ton racun logam berat, seperti arsenik, kadmium, merkuri, dan timah. "Tidak seperti nuklir yang limbahnya sedikit dan diisolasi, limbah batubara dibuang ke biosfer yakni ke udara, air dan tanah, sehingga menjadi berbahaya terhadap lingkungan," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007