Jakarta (ANTARA News) - Charles Leclerc mencuri perhatian publik ketika Ferrari pada September lalu mengonfirmasi rumor yang mengatakan bahwa pebalap asal Monaco itu akan menjadi rekan Sebastian Vettel untuk balapan Formula 1 musim 2019.

Di usia yang baru menginjak 21 tahun, Leclerc akan menjadi pebalap termuda tim Kuda Jingkrak menggantikan Kimi Raikkonen yang bertukar kursi dengannya di Sauber.

Lalu apa yang membuat tim yang bermarkas di Maranello, Italia itu terpikat kepada si pebalap muda itu?

Baca juga: 10 alasan untuk tidak melewatkan balapan F1 2019

Baca juga: Balapan di balik kacamata "Si Manusia Es" Kimi Raikkonen


Finis di peringkat 13 dengan 39 poin bersama Sauber, Leclerc keluar sebagai pebalap rookie terbaik dalam debutnya di Formula 1 tahun lalu.

Membalap untuk Ferrari adalah salah satu kursi paling mahal juga sangat berat mengingat siapapun yang duduk di bangku mobil Ferrari akan mendapati tekanan yang besar karena bekerja dengan nama-nama besar, dalam kesempatan ini adalah sang juara dunia empat kali Sebastian Vettel.

"Dia telah membalap dengan apa yang dia punyai sejauh ini, dia telah menggunakan kesempatan yang dia miliki, mencetak poin dengan mobil yang sulit untuk mencetak poin," kata Sebastian Vettel soal performa Leclerc bersama Sauber.
Charles Leclerc ketika masih membela tim Alfa Romeo Sauber F1 (twitter.com/ Charles_Leclerc)


Performa Leclerc pun menuai pujian dari pebalap Mercedes Lewis Hamilton yang mengatakan bahwa Leclerc "benar-benar memiliki potensi untuk melakukan hal hebat (di Formula 1), dan anda belum tentu bisa mengatakan hal itu kepada setiap pebalap muda yang telah datang di tahun-tahun yang telah berlalu," kata Hamilton.

Vettel dan Hamilton melihat Leclerc adalah salah satu pebalap yang tidak boleh diremehkan, dan jarang-jarang kedua juara dunia itu menyepakati satu hal yang sama.

Baca juga: Pertarungan papan tengah Formula 1 2019 diprediksi akan sangat kompetitif

GP Monaco di halaman belakang rumah

Lahir di Monaco, Leclerc sejak kecil sudah dikenalkan oleh keluarganya dengan dunia balapan Formula 1.

"Seingatku waktu itu aku berumur empat tahun. Aku dan keluarga menghabiskan siang dengan teman-teman ketika Grand Prix Monaco. Kami duduk di teras rumah mereka, yang terletak di atas exit tikungan pertama, Sainte Devote," ingat Leclerc di laman resmi Sauber F1.

Leclerc kecil dan kawan-kawan sepermainannya bermain mobil-mobilan dan mendengar bisingnya suara mesin mobil F1 kala itu.

"Kalian pasti punya kenangan masa kecil, yang tertanam sangat dalam di memori kalian. Ini adalah salah satu memori pertamaku dan yang paling jelas," kata Leclerc.

Di umur itu pula Leclerc pertama kali menjajal mobil karting ketika diajak ayahnya bermain ke sirkuit milik temannya, Phillippe Bianchi, ayah dari mendiang pebalap F1 Jules Bianchi, yang meninggal pada 2015.

Setelah sesi tamasya ke sirkuit karting itu, balapan bukan hanya menjadi kegiatan pulang sekolah, tapi berubah menjadi suatu ambisi bagi Leclerc.

"Sejak hari itu aku mulai berkompetisi melawan yang lain, aku di sana untuk menang," kata dia.


Awal karir

Menekuni profesi sebagai pebalap karting, Leclerc berhasil memenangi sejumlah kejuaraan karting dari 2005-2013 sebelum pindah ke kejuaraan balap mobil kursi tunggal pada 2014.

Pada kejuaraan Formula Renault 2.0 tahun 2014 Leclerc keluar sebagai runner-up dan pebalap rookie terbaik kemudian tahun berikutnya di Formula 3 Eropa dia finis di peringkat empat.

Karirnya di dunia balap melaju pesat dengan memenangi GP3 pada 2016. Pada tahun itu juga Leclerc bergabung di Akademi Balap Ferrari dan menjuarai GP3 bersama ART Grand Prix sebelum mendominasi musim 2017 balapan Formula bersama tim Prema.
 
Charles Leclerc (kiri) dan Jules Bianchi (kanan) (twitter.com/ Charles_Leclerc)


Di mata Leclerc, Jules Bianchi adalah pebalap panutan, teman sekaligus keluarga. Bianchi memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan Leclerc.

"Aku menghabiskan sebagian besar hidupku membalap dengan Jules. Kami menghabiskan hampir setiap akhir pekan di trek milik ayahnya. Aku paling sering membalap dengan dia daripada dengan orang lain," kata Leclerc.

Namun, pada 2014 Bianchi mengalami kecelakaan tragis ketika balapan F1 di GP Jepang dan sempat dirawat intensif sebelum meninggal dunia pada 15 Juli 2015.

Kemudian di umur 19 tahun, Leclerc kembali harus tegar ketika kehilangan ayahnya, Herve Leclerc, yang meninggal pada 2017.

"Cukup aneh ketika di karir profesionalku, aku memiliki tahun terbaik di hidupku pada 2017, yang mana secara pribadi itu adalah tahun terberat untukku," kenang Leclerc yang bergabung sebagai

Beberapa hari setelah ayahnya meninggal, Leclerc yang pada akhir pekan itu turun tanpa ekspektasi lebih malah meraih pole position di kualifikasi GP Baku 2017.

"Pada saat yang sama aku tahu aku harus membuat ayahku bangga. Membalap untuk dia, di dalam kenangannya, memberiku kekuatan. Saya berhutang semuanya kepada ayahku dan Jules, dan aku dedikasikan setiap balapan dan setiap kemenangan untuk mereka," kata Leclerc.

Debut di F1

Pada 2018, mimpi Leclerc terwujud menjadi pebalap Formula 1. Bersama Alfa Romeo Sauber F1, tim yang memiliki hubungan dekat dengan Ferrari itu, Leclerc melakoni debut di F1 dan meraih poin pertamanya dengan finis di P6 di GP Azerbaijan.

Pada akhir musim, Leclerc berhasil mendongkrak posisi yang finis di peringkat buncit konstruktor tahun sebelumnya, ke peringkat delapan pada musim 2018.

Baca juga: Formula 1 musim 2018 dalam restrospeksi

Baca juga: Ferrari umumkan tanggal peluncuran mobil F1 2019


Leclerc akan menjalani musim keduanya di Formula 1, kali ini bersama Ferrari.

Setelah sempat merasakan mesin Ferrari di mobil Sauber, Leclerc akan dimanjakan dengan paket komplit Ferrari musim ini.

Di  hari kedua tes pramusim usai GP Abu Dhabi di Sirkuit Yas Marina, Leclerc menorehkan waktu tercepat 1 menit 36,450 detik dengan mobil SF71H Ferrari untuk menguji ban Pirelli.

Catatan waktu dia lebih cepat 0,4 detik dari rekan satu timnya, Sebastian Vettel, yang turun di hari pertama tes dengan menggunakan ban yang sama.
 
Pebalap Ferrari Charles Leclerc turun di hari kedua tes pramusim Formula 1 di Sirkuit Yas Marina, Abu Dhabi, Rabu (29/11). (Formula1.com)


Leclerc membuktikan dirinya jika dia memiliki kecepatan, dan juga determinasi selain mampu memanfaatkan setiap tetes potensi mobil yang dia kendarai. Lihat saja tiga balapan terakhirnya di musim lalu.  Ketiganya finis di peringkat 7, di belakang tiga tim paling kuat musim lalu.

Selain itu, Leclerc sudah memiliki bekal untuk menghadapi berbagai tekanan ketika bergabung di tim sebesar Ferrari, berbekal pengalamannya mengikuti program pebalap junior bersama Ferrari.

Kalau Ferrari bisa memberikan paket mobil yang mumpuni, Leclerc pun sepertinya tidak akan perlu meminta izin dua kali untuk mengambil kesempatan memenangi balapan tahun ini.

Baca juga: Refleksi karir sang legenda Michael Schumacher

Baca juga: Red Bull berbenah untuk tantang Mercedes dan Ferrari di 2019

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2019