Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengemukakan swasta harus diberi peluang untuk mengelola air ‎bersih di dalam negeri, termasuk di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan lainnya.

"Ini untuk mengatasi keterbatasan anggaran pemerintah dalam menyediakan air bersih," kata Hariyadi Sukamdani menjawab pers di Jakarta, Senin.

Menurut Hariyadi Sukamdani, selama ini banyak masyarakat yang sulit mendapatkan air bersih karena anggaran pemerintah yang terbatas untuk penyediaan air, sementara BUMN yang mendapatkan tugas dari pemerintah dalam penyediaan air, juga tidak mampu memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat di banyak wilayah.

"Peran swasta perlu sekali karena anggaran pemerintah terbatas. Negara sama sekali tidak diabaikan karena negara yang mengeluarkan izin. Kalau misalnya swasta macam-macam, cabut saja izinnya. Berdasarkan UUD 45 pasal 33 memang air itu dikuasai oleh negara, tetapi yang dikuasai itu izinnya. Ini orang mau mengusahakan air, mau investasi, masa' dilarang," ujarnya.

Menurut dia, dengan masuknya swasta dalam pengelolaan dan penyediaan air bersih, bukan berarti menutup akses masyarakat dalam mendapatkan sumber air yang layak konsumsi karena nantinya bisa diatur ada sumber mata air yang tetap dapat diakses langsung masyarakat.

"Dan alasannya remeh, yaitu karena nanti masyarakat tidak bisa mendapatkan akses air. Lah itu kan bisa diatur. Contohnya air minum dalam kemasan, itu mereka menjaga sekali sumber airnya. Makanya tidak bisa sembarangan. Tapi kalau masyarakat mau ambil dari sumber mata air itu, bisa diatur. Cuma ini kan masalah safety," kata dia.

Terkait polemik pengelolaan air bersih yang disampaikan oleh sejumlah LSM yang mendesak agar pengelolaan air bersih sepenuhnya dikelola BUMD, menurut Hariyadi, usulan itu justru menghambat realisasi pelayanan air bersih untuk seluruh warga.

"Ini ada yang menggugat masalah UU Sumber Daya Air ke MK, akhirnya dikabulkan sehingga untuk investasi di bidang air ini harus BUMN atau BUMD. Kalau mereka tidak mampu baru swasta. Itu dampaknya akan terjadi pencari rente baru karena dikasihnya hanya boleh BUMN atau BUMD.‎ Akhirnya orang tidak mau investasi di situ," kata dia.

KPBU
Sebelumnya, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Danis Sumadilaga mengakui, APBN memang tidak mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhan pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di dalam negeri.

"Sebetulnya diharapkan ini bukan dari APBN. APBN ini mungkin hanya mampu 30 persen, sisanya 70 persen diharapkan dari swasta," kata Danis.

Karena itu, lanjut Danis, dia berharap skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) untuk penyediaan air bersih ini bisa ditingkatkan. Dengan demikian, banyak SPAM yang bisa dibangun dalam rangka penyediaan air bersih bagi masyarakat.

Proyek penyediaan air bersih merupakan salah satu program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang tak dapat memenuhi target hingga 2019 berakhir.

Saat ini proyek air bersih nasional baru mencapai angka 76 persen dari target yang dicanangkan pemerintah.
Baca juga: PAM Jaya-Aetra luncurkan Program Kemudahan Akses Air Bersih
Baca juga: Aetra Jakarta siap tingkatkan layanan air PAM
Baca juga: Aetra maksimalkan suplai air bersih ke Palyja

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019