Jakarta (ANTARA News) - Menteri Negara BUMN, Sofyan Djalil, mengatakan, pihaknya telah mengantisipasi soal rekam jejak raksasa baja dunia Arcelor-Mittal yang dikenal buruk di sejumlah negara terkait rencana investasi perusahaan tersebut di PT Krakatau Steel. "Mittal terkenal tidak bagus di mana-mana dan banyak masalah tapi itu karena dia sahamnya mayoritas saya kira," kata Sofyan Djalil, di Jakarta, Jumat. Oleh karena itu, pihaknya telah menyiapkan antisipasi terkait rencana dan penawaran investasi Mittal di PT Krakatau Steel (KS). Salah satu yang ditekankan sebagai langkah antisipasi adalah dengan tidak menjadikan Mittal sebagai pemegang saham mayoritas di KS. "Dari situ bisa kita lihat, kalau dia (Mittal) tidak perform, manajemen kan masih kita yang pegang," katanya. Rekam jejak Arcelor-Mittal di sejumlah negara yang dikenal buruk termasuk salah satunya di Perancis di mana pemerintah negeri itu harus mengeluarkan dana setidaknya 40 juta Euro untuk menebus kembali perusahaan baja nasionalnya, menurut dia, tidak harus menjadi alasan untuk menunda ekspansi usaha KS. Menteri mengatakan, bila nantinya Mittal terlaksana berinvestasi di KS dan memiliki satu wakil jabatan direktur operasi dan seorang komisaris bukan berarti Mittal menjadi penentu segalanya. "Jabatan penting lain masih kita pegang jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan," katanya. Menurut dia, hal yang saat ini harus diutamakan adalah meningkatkan kapasitas produksi baja nasional yang masih rendah, salah satunya melalui investasi bagi KS. Produktivitas baja KS saat ini hanya sebesar 2,5 juta ton per tahun sementara kebutuhan baja nasional mencapai 10-11 juta ton per tahun. Jika tidak dilakukan peningkatan produktivitas baja Tanah Air, maka pasar baja nasional hampir pasti akan dibanjiri baja impor dari Malaysia, Vietnam, dan China. Menteri Negara BUMN juga akan menyusun "sale and purchase agreement" (SPA) yang memuat ketentuan-ketentuan kerjasama dengan Mittal untuk melindungi kepentingan nasional. "SPA ini yang akan kita susun semenguntungkan mungkin bagi kepentingan nasional," demikian Sofyan Djalil.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008