Jakarta (ANTARA News) - Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mengatakan telah menemukan dugaan pemalsuan sertifikat Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang dilakukan oleh anggota Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Pemilik sertifikat PKPA yang diduga palsu itu, menurut Ketua Bidang PKPA dan Sertifikasi DPN Peradi Shahih Manggala Sitompul, telah diambil sumpahnya sebagai advokat oleh Pengadilan Tinggi Kendari, Sulawesi Tenggara.

"Kami menerima laporan dari DPC Peradi Kendari kalau ada tiga sertifikat PKPA yang diduga palsu dan dilegalisir oleh KAI. Saya langsung melakukan pengecekan di lapangan dan ternyata memang sertifikat yang digunakan tidak teregristrasi di Peradi," kata Shahih Manggala dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan, munculnya pemalsuan ini kemungkinan karena adanya surat Ketua Mahkamah Agung yang memberikan kebebasan Pengadilan Tinggi untuk mengambil sumpah kepada calon advokat dari organisasi manapun yang telah memenuhi syarat.

Surat Ketua MA No. 73 isinya mengatur bahwa semua ketua pengadilan tinggi bisa menyumpah advokat yang telah memenuhi syarat tidak memandang organisasinya.

"Akibat surat Ketua MA No. 73 ini membuat seorang calon advokat menghalalkan segala cara untuk bisa ikut diambil sumpah oleh Pengadilan Tinggi. Akibatnya akan banyak advokat abal-abal yang justru akan merugikan para pencari keadilan," ucapnya.

Ketua Bidang Pembelaan Organisasi DPN Peradi Heppy SP Sihombing mengaku akan memimpin langsung tim untuk melaporkan temuan itu ke Polda Sulawesi Tenggara dalam waktu dekat.

Setidaknya ada tiga modus operadi yang dilakukan para pemalsu sertifikat PKPA Peradi. Pertama dengan memindai (scanning)--menggunakan alat scanner--sertifikat atas nama orang lain dan menggantinya dengan nama mereka.

"Pelantikannya (pemilik sertifikat dimaksud) ini dilakukan pada 17 November 2015. Syarat sertifikat yang dikeluarkan pada Oktober 2015 yang ditandatangani oleh Ketua Umum Peradi sebelumnya yang dijabat Otto Hasibuan. Padahal sertifikat yang dikeluarkan pada Oktober itu ditandatangi oleh Ketum yang baru Fauzie Yusuf Hasibuan," jelas Heppy.

Selain itu dalam sertifikat yang diduga palsu tersebut terdapat perbedaan tanggal dikeluarkan. Pada sertifikat asli dikeluarkan DPN Peradi tanggal 11 Oktober 2015, sedangkan dalam sertifikat yang diduga palsu tertanggal 15 Oktober 2015.

"DPN Peradi selalu melakukan regrestrasi secara ketat setiap sertifikat yang dikeluarkannya baik tanggal, nomor sertifikat semua secara berurutan. Nah sertifikat yang diduga palsu tidak ada nomor regrestrasinya," tambah Heppy.

Lebih lanjut Heppy menjelaskan, selain tiga orang yang diduga telah memindai sertifikat, DPN Peradi juga menemukan adanya tujuh sertifikat diduga palsu lainnya dengan modus operadi yang berbeda.

"Untuk yang tujuh ini mereka tidak pernah mengambil sertifikat kelulusan PKPA di DPN Peradi Slipi karena belum menyelesaikan administrasi sehingga sertifikat yang bersangkutan masih ada dan ditahan di DPN," paparnya.

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016