Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Abdillah Toha (Fraksi Partai Amanat Nasional), meminta Presiden RI tak menanggapi surat 40 Anggota Kongres Amerika Serikat (AS) yang meminta pembebasan segera dan tanpa syarat dua anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM). "Alasannya pertama, anggota Kongres (AS) biasa menyurati ke mana-mana, lebih untuk kepentingan konstituennya," ujarnya menanggapi surat dari 40 anggota Kongres Amerika Serikat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Surat itu isinya antara lain meminta pembebasan segera dan tanpa syarat atas dua separatis OPM, Filep Karma dan Yusak Pakage yang dialamatkan kepada Presiden Yudhoyono dengan penulisan alamat "Dr H Susilo Bambang Yudhoyono, President of the Republic of Indonesia, Istana Merdeka, Jakarta 10110, Indonesia". Abdillah Toha mengatakan, jika Presiden RI menanggapi surat itu maka sampaikan saja keadaan hukum dan peradilan di Indonesia sekarang. "Yaitu, bahwa Presiden RI tidak dapat mencampuri proses hukum yang sedang berjalan," ujarnya. Alasan lainnya, kata Abdillah Toha, bagi Indonesia, NKRI sudah final. "Yaitu, bahwa bagi Indonesia, NKRI sudah final dan tidak dapat dinegosiasikan. Sedangkan mereka yang melakukan pelanggaran separatisme harus ditindak dan diproses secara hukum," katanya. Selanjutnya, kata Abdillah Toha, Kongres AS seyogianya mengurusi terlebih dahulu pelanggaran-pelanggaran HAM di negeri sendiri seperti kasus di (penjara) Guantanamo, masalah Irak, dan Afghanistan. "Urus dulu hal-hal itu sebelum campur urusan dalam negeri orang lain," tegas Abdillah Toha yang juga Anggota Komisi I DPR RI. Sementara itu, rekannya sesama Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Hajriyanto Yasseir Thohari, menyatakan surat 40 anggota Kongres AS kepada Presiden RI menunjukkan kebodohan mereka terhadap kondisi NKRI. "Sekali lagi saya katakan, dengan surat ini, jelas mereka menunjukkan kebodohan mereka terhadap Negara RI sebagai negara demokrasi dan hukum. Sebagai negara demokrasi, RI tidak kurang demokratisnya dengan AS. Dan sebagai negara hukum, RI juga tidak kalah dengan AS, karena kami sangat menjunjung tinggi supremasi hukum," tandasnya. Ia menambahkan, ke-40 anggota Kongres AS itu harus tahu sistem peradilan di RI, khususnya mengenai pidana politik. "Sekarang kan keadaan peradilan kita sangat merdeka dan tidak bisa diintervensi oleh siapa pun," tegasnya lagi. Mengenai kasus Filep Karma dan Yusak Pakage, tambahnya, itu sudah divonis oleh Pengadilan yang merdeka itu. Filep Karma dan Yusak Pakage pada Mei 2005 dijatuhi hukuman 15 dan 10 tahun penjara dalam kasus makar pengibaran bendera Bintang Kejora di Lapangan Trikora, Abepura, pada 1 Desember 2004.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008