Jakarta (ANTARA) - Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Prof Dr Eko Prasojo mengatakan Indonesia sudah memiliki masyarakat yang memiliki fungsi pengawasan yang kuat.

"Menurut saya, Indonesia terutama masyarakatnya memiliki fungsi pengawasan yang kuat. Masyarakat sudah sadar dan memiliki kepedulian yang tinggi. Begitu ada yang tidak beres, langsung protes," ujar Eko dalam konferensi internasional "Demokrasi dan Akuntabilitas Publik di Era Digital" yang diselenggarakan Universitas Terbuka di Tangerang Selatan, Banten, Kamis.

Ia memberi contoh bagaimana masyarakat protes begitu tahu ada anggaran sebesar Rp82,8 miliar untuk pembelian lem di rencana Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI Jakarta 2020.

Menurut dia, masyarakat sudah bisa membaca alokasi anggaran dan untuk apa saja peruntukkannya. Menurut dia, hal dikarenakan perkembangan teknologi yang demikian pesatnya.

"Teknologi membuat semuanya terbuka, catatan, rekam jejak atau ucapan yang dibuat terekam jelas. Partisipasi masyarakat amat tinggi, dampaknya pemerintah harus responsif, sekaligus hati-hati dalam membuat pernyataan. Tidak boleh lagi ada kata belum dipelajari atau saya tidak tahu," kata Eko yang juga pakar kebijakan publik itu.

Baca juga: Muhammadiyah minta masyarakat kritis terhadap informasi di medsos

Baca juga: Wapres sebut ricuh Papua perlu klarifikasi dan keterbukaan informasi


Masyarakat selalu mengawasi apa yang dilakukan oleh pemerintah, serta akan menagih janji yang pernah dilontarkan pemerintah.

Dia menambahkan pada era keterbukaan informasi ini, masyarakat memiliki peranan yang penting. Kewenangan masyarakat harus diimbangi dengan kewenangan pemerintah.

"Dalam hal ini pemerintah harus siap, bukan hanya sistemnya saja tapi harus diikuti dengan kompetensi maupun budaya yang baik," kata mantan Wakil Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi itu.

Dekan Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Terbuka, Dr Sofjan Aripin, MSi, mengatakan melalui seminar itu diharapkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa semakin meningkat.

"Ini merupakan konferensi internasional kedua, dan pada tahun ini ada empat pembicara dari luar negeri," kata Sofjan.

Dia menambahkan pada era keterbukaan informasi seperti saat ini, kontribusi mahasiswa sangat dibutuhkan. Mahasiswa tidak hanya kritis dalam memahami sesuatu, tapi juga memiliki budaya yang baik.*

Baca juga: Sri Mulyani minta pejabat Kemenkeu tidak pasif

Baca juga: GeRAK Aceh: manfaatkan data terbuka untuk pemerintahan bersih

Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019