Untuk Indonesia, pertumbuhan konsumsi itu masih ada, saat ini sekitar lima sampai tujuh persen pertumbuhan konsumsi baja nasional
Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim menilai bahwa prospek konsumsi baja nasional masih memiliki ruang pertumbuhan seiring dengan pembangunan infrastruktur.

"Untuk Indonesia, pertumbuhan konsumsi itu masih ada, saat ini sekitar lima sampai tujuh persen pertumbuhan konsumsi baja nasional. Karena Indonesia sedang membangun," ujar Silmy Karim ketika ditemui di Kementerian BUMN di Jakarta, Kamis.

Saat ini, lanjut dia, konsumsi baja di Indonesia relatif masih rendah sekitar 50 kilogram per kapita per tahun, jauh dibandingkan dengan negara Asia seperti Korea Selatan, Malaysia dan Singapura.

Baca juga: KS akan usulkan regulasi ke pemerintah mengenai substitusi impor baja

Ia mengemukakan konsumsi baja di Korea Selatan mencapai sekitar 1.100 kg per kapita per tahun. Sedangkan Malaysia dan Singapura di kisaran 300 kilogram.

"Artinya, konsumsi baja Korea 20 kalinya Indonesia, dan masih seperenamnya Malaysia dan Singapura," ucapnya.

Dengan demikian, lanjut dia, gencarnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah dapat mendorong konsumsi baja nasional meningkat. Namun diharapkan, pemerintah harus membuat regulasi yang dapat menahan impor baja sehingga industri juga mengalami perbaikan.

"Nah potensi pertumbuhan itu ada, cuma nanti siapa yang menikmati potensi ini. Apakah impor atau produk lokal. Kalau misalnya impor, neraca perdagangan kita akan kembali tertekan. Akhirnya rupiah juga ikut tertekan, makanya kita harus mempersiapkan Bagaimana industri baja ini bisa swasembada," katanya.

Silmy Karim mengatakan bahwa dirinya akan berupaya untuk memberikan masukan regulasi kepada pemerintah dalam rangka industrialisasi substitusi impor baja.

"Kita tahu bahwa baja merupakan salah satu penekan neraca perdagangan Indonesia nomor tiga dengan importasi sebesar sekitar 6 miliar dolar AS. Nah ini kan tidak baik buat perekonomian nasional," paparnya.

Menurut dia, penerapan perdagangan bebas (free trade agreement/FTA), terutama dengan China pada 2010 lalu telah membuat keberlangsungan industri baja di Indonesia terpuruk.

"Nanti kita lihat aturan-aturan yang dapat menyehatkan industri baja. Tapi bukan hanya semata-semata soal Krakatau Steel, namun untuk industri baja nasional agar sehat. Krakatau Steel hanya bagian dari industri baja nasional saja," katanya.

Baca juga: Datangi kantor Erick, Dirut KS bahas restrukturisasi utang
Baca juga: Akademisi sebut konsumsi baja RI masih rendah di kawasan Asia

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019