New York (ANTARA News) - Delegasi Komisi I DPR yang berkunjung ke Amerika Serikat meminta para anggota Kongres AS meluruskan isu-isu menyangkut Papua, karena sebagian anggota Kongres menilai Indonesia masih bermasalah dalam kasus tersebut. Permintaan disampaikan oleh delegasi Komisi I DPR yang dipimpin Theo L. Sambuaga ketika para anggota Dewan bertemu dengan para mitra mereka di Kongres AS selama kunjungan di Washington, D.C, pada 22 hingga 25 September kemarin. "Kita minta mereka membantu meluruskan pandangan para anggota Kongres lainnya yang masih berpandangan negatif soal Papua," kata Theo ketika menjawab ANTARA di New York, Jumat malam, dalam acara tatap muka Komisi I DPR dan masyarakat Indonesia. Di Washington, Komisi I DPR melakukan pertemuan dengan sejumlah anggota Senat dan DPR AS, baik dari kubu Republik maupun Demokrat. "Banyak dari mereka (anggota Kongres, red) yang sebenarnya punya pemahaman yang sama, bahwa situasi di Papua sudah kondusif," ujar Theo. Di antara anggota Kongres yang mereka temui adalah Senator Richard Lugar (R-Indiana), Senator Kit Bond (R-Missouri), serta para anggota DPR yaitu Dan Burton (R-Indiana) --yang juga merupakan Co-Chair Indonesian Congressional Caucus di Kongres AS, Mike Rogers (R-Michigan), Michael Conway (R-Texas) dan Congressman Leonard Boswell (D-Iowa). Pertemuan yang juga diikuti oleh Dubes RI untuk AS, Sudjadnan Parnohadiningrat. Menurut Theo, saat bertemu dengan para anggota Kongres, pihaknya juga membicarakan masalah surat yang dilayangkan 40 anggota Kongres baru-baru ini kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Surat itu sendiri berisi desakan kepada Presiden Yudhoyono untuk memastikan agar dua anggota Organisasi Papuar Merdeka yang terlibat kasus pengibaran bendera Bintang Kejora di Lapangan Trikora, Abepura pada 1 Desember 2004, segera dibebaskan tanpa syarat dari tahanan. Saat itu, kalangan DPR, termasuk sejumlah anggota Komisi I, bereaksi keras terhadap surat 40 anggota Kongres AS. Mereka menganggap permintaan pembebasan tersebut sebagai kelancangan dan campur tangan terhadap supremasi hukum di Indonesia. "Sayangnya, kita kemarin tidak sempat bertemu dengan anggota-anggota Kongres yang ikut menandatangani surat tersebut. Tapi setidaknya kita minta anggota Kongres lainnya untuk ikut meluruskan masalah Papua," kata Theo. Anggota Komisi I DPR lainnya yang ikut dalam kunjungan ke Washington kali ini adalah Marzuki Darusman, Djoko Susilo, Yorrys Raweyai, Marcus Silano, Andi Jamaro Dulung, Pupung Suharis Soegito, Suryama Majana Sastra, dan Abdullah Afifuddin Thaib. Selain ke Kongres, delegasi Komisi I juga melakukan pertemuan dengan sejumlah pejabat Pemerintah AS, antara lain dengan Deputi Menhan, Gordon England, Deputy Assistant Secretary/Dubes AS untuk ASEAN, Scot Marciel, dan Direktur Senior Urusan Asia Dewan Pertahanan Nasional Putih, Denis Wilder. Delegasi juga bertemu dengan lembaga-lembaga think tank yang berpengaruh dalam pembentukan kebijakan politik luar negeri AS, yaitu The Brookings Institute dan The Heritage Foundation, kelompok Masyarakat AS-Indonesia (USINDO), Center for Strategic and International Studies (CSIS) serta National Defense University (NDU). Sektor keuangan AS Theo mengungkapkan, salah satu isu yang diangkat oleh Komisi I DPR dalam berbagai pertemuan adalah situasi sektor keuangan AS yang saat ini tengah mengalami penurunan kepercayaan pasar. "Komisi I DPR dalam kesempatan ini turut berbagi pengalaman berharga dalam melewati masa-masa sulit di Indonesia saat krisis moneter pada waktu lalu," katanya. Di Washington pada 22 September, Komisi I DPR juga mengadakan pertemuan dengan Dubes RI dan para konsul jenderal Indonesia di seluruh wilayah AS dengan pembahasan mencakup kinerja diplomasi perwakilan RI se-Amerika Serikat. Pembahasan yang sama juga dilakukan Komisi I dengan Perwakilan Tetap RI untuk PBB di New York. Selama di Washington dan New York, delegasi Komisi I melakukan tatap muka dengan masyarakat Indonesia dan berbincang seputar perkembangan terakhir isu-isu di tanah air, termasuk yang terkait dengan Pemilu Indonesia tahun 2009. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008