Ambon (ANTARA News) - Polda Maluku berhasil mengungkapkan praktik "preman terstruktur" yang berdasarkan pengembangan penyelidikan maupun penyidikan merugikan 54 pedagang di pasar Mardika, Ambon sekitar Rp1,01 miliar dengan tiga tersangka telah ditahan. Wadirreskrim Polda Maluku, AKBP Jhon Maitimu, di Ambon, Senin, membenarkan tiga tersangka yang telah diamankan sejak dua hari lalu adalah tiga oknum staf Dispenda Kota Ambon yakni Hendrik Sahureka, Robert Wattimena dan Yulius Noya sebagai tersangka kasus penjualan etalase. "Kami telah meminta keterangan 54 saksi yang adalah pedagang sebagai korban dari praktik premanisme terstruktur oleh tiga tersangka ini dengan kemungkinan ada oknum lain maupun aktor intelektual di balik aksi tersebut," katanya. John yang siap dilantik menjadi Kapolres Kepulauan Aru ini menuturkan berdasarkan laporan dari 54 pedagang dengan koordinatornya Jamal dan La Ali bahwa uang sebanyak Rp1.013.500.000 telah diberikan dengan bukti kwitansi sebagai transaksi pembelian etalase secara cicil. "Uang tersebut itu dimanfaatkan tiga tersangka tersebut untuk kebutuhan pribadi tanpa menyetor ke kas daerah," ujarnya. John mengisyaratkan kemungkinan bertambah tersangka dari praktik tersebut dengan pengembangan penyelidikan maupun penyidikan secara intensif. "Ketiga tersangka itu terjerat pasal 372 dan 378 KUHP dengan ancaman hukum empat tahun penjara," tegasnya. Saling tudingKetiga tersangka itu saling tuding soal siapa yang berada di balik kasus ini dengan berbagai dalil. Robert dan Yulius bersikeras bahwa mereka berdua merupakan "korban" dari jebakan Hendrik yang "bermain" dalam aksi tersebut. "Katong (kita-red) ini korban dari Hendrik karena dia yang menerima kunci dari kontraktor pelaksana dan "makan uang" banyak," ujar kedua dengan mengakui hanya menerima masing-masing Rp35 juta. Hendrik mengakui hanya memakai Rp100 juta dari uang yang dibayar 54 pedang secara cicilan untuk kebutuhan pribadi. "Tidak benar uangnya Rp1,01 miliar karena yang pastinya hanya Rp200-an juta. Saya terjebak sodoran kwitansi kosong dari Jamal dan La Ali karena saling percaya sehingga langsung menandatangani," ujarnya. Dia pun berkelit kemungkinan ada oknum lain maupun "aktor intelektual" di balik aksi yang meresahkan pedagang di pasar Mardika sehingga melakukan aksi demonstrasi, baik di Balai Kota maupun kantor DPRD setempat. Sementara itu, Walikota Ambon, Jopi Papilaja, secara terpisah menegaskan, telah mengarahkan Bawaskot untuk mengaudit penjualan kios dan etalase di pasar Mardika, menindaklanjuti informasinya maupun laporan pedagang. "Jadi siapa pun yang terlbat praktek tersebut harus mempertangggung jawabkan perbuatannya, tanpa membedakan jabatannya sehingga jera dan tidak berbuat lagi," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008