Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi II (bidang pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah) DPR RI Lena Maryana mendesak pemerintah dan fraksi-fraksi di DPR RI untuk menghentikan seluruh proses pemekaran wilayah sebelum ada kerangka acuan yang komprehensif.

"Kasus twasnya Ketua DPRD Sumatera utara Abdul Aziz Angkat akibat tidak disusunnya grand design pemekaran," katanya di Gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu.

Anggota Fraksi PPP ini sudah berulang-ulang mengingatka agar segera grand design sehingga proses pemekaran berjalan sesuai kebutuhan masyarakat dan pemerintahan.

"Kami sudah mengingatkan agar pemekaran dilakukan bukan karena kepentingan elit politik atau kelomok masyarakattertentu, tetapi dalam kerangka kebutuhan mendekatkan pelayanan (service delivery) kepada masyarakat," katanya.

Yang etrpenting dari pemekaran itu adalah kerangka Negara KesatuanRepublik Indonesia (NKRI), buka pengkotaan etnis, suku dan agama.

"Saya sangat prihatin (atas kasus tewasnya Ketua DPRD Sumut)," katanya.

Untuk menghindari kasus serupa terjadi, pihaknya mendesak agar pemekaran dihentikan sampai ada grand design.

Unjuk rasa anarkis dilakukan ribuan orang di Gedung DPRD Sumatera Utara pada Selasa (3/2) untuk meminta agar DPRD menyetujui pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap).

Ketua DPRD Abdul Azis Angkat meninggal dalam di sela-sela aksi unjuk rasa itu.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira mengatakan, Abdul meninggal dunia karena serangan jantung.

Proses pemekaran wilayah Sumut dengan membentuk Protap telah sampai di DPR RI. Namun pada masa sidang akhir tahun 2008, DPR menolak usul pemekaran itu karena belum ada persetujuan atau rekomendasi dari DPRD Sumatera Utara.

Unjuk rasa tersebut dilakukan untuk mendesak DPRD mengeluarkan rekomendasi sebagai persetujuan atas usul pembentukan Protap. Hanya dengan adanya rekomendasi DPRD, maka proses pemekaran di DPR RI dapat dilanjutkan.

Sampai saat ini, DPR RI masih menerima banyak usul pemekaran wilayah, baik pembentukan kota maupun kabupaten baru, bahkan propinsi baru.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009