Pontianak (ANTARA News) - Ketua Panitia Penyelenggara Kongres Perempuan Kalimantan I, Chatarine Pancer, mengatakan kasus perdagangan manusia (trafficking) yang sering dialami kaum perempuan menjadi isu utama dalam kongres itu yang akan digelar 26 hingga 28 Februari di Kota Pontianak.

"Trafficking dijadikan isu utama karena provinsi Kalbar yang selama ini dijadikan daerah transit perdagangan manusia ke negara tetangga Malaysia," kata Chatarine Pancer, dalam konferensi persnya, di Pontianak, Rabu.

Ia mengatakan, dijadikannya Kalbar sebagai jalur transit karena provinsi itu berbatasan langsung baik laut maupun dari darat dengan negara tetangga.

Panjang perbatasan darat antara Indonesia - Malaysia di Kalimantan mencapai 2.004 kilometer, terdiri dari Kalbar 857 kilometer dan Kaltim 1.147 kilometer.

Bagi Kalbar, kongres tersebut memiliki arti penting. Apalagi Kalbar punya sejarah kelam karena telah terjadi beberapa kali konflik antaretnis yang hanya membawa kesengsaraan kaum perempuan dan anak-anak, kata Chatarine Pancer.

Dari data Pemerintah Provinsi Kalbar, ada sekitar 60 jalan tikus atau jalan setapak yang menghubungkan antara Kalbar dan Malaysia Timur (Sarawak) sehingga rawan digunakan untuk kegiatan yang sifatnya ilegal.

Saat ini Provinsi Kalbar, memiliki tiga jalur, yaitu jalur PLB Jagoi Babang Sirikin (Kabupaten Bengkayang), PLB Sajingan Aruk (Kabupaten Sambas), dan jalur PLB Badau - Lubuk Antu (Kabupaten Kapuas Hulu), serta tersebar 11 titik yang tidak resmi yang tersebar di dusun-dusun di empat Desa, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau.

Dari data yang ada, ada sembilan daerah rawan perdagangan manusia serta praktek ilegal di Kalbar, yaitu Kabupaten Sambas, Sanggau (Entikong), Bengkayang, Landak, Kapuas Hulu, Kota Pontianak, dan Kota Singkawang.

Data International Organization for Migration (IOM) sepanjang tahun 2007 menyebutkan pembayaran gaji mendominasi kasus TKI bermasalah di luar negeri yang berujung pada pendeportasian. Pekerja rumah tangga merupakan jumlah terbanyak TKI yang bermasalah.

Berdasarkan data IOM pada periode Maret 2005 - Oktober 2006, terdapat 1.650 TKI korban trafficking yang dipulangkan ke Indonesia melalui lembaga tersebut.

Dari jumlah itu 49 persen di antaranya bekerja sebagai pekerja rumah tangga, sedangkan 90 persennya merupakan kasus gaji yang tidak dibayar atau tidak sesuai perjanjian awal.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009