Jakarta (ANTARA News) - Indonesia sebagai negara berdaulat telah mengambil sikap yang relatif sering bertentangan dengan sikap Amerika Serikat (AS), kata Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, Departemen Luar Negeri, Andri Hadi SH LLM di Jakarta, Rabu.

"Dalam 10 tahun terakhir, rekam sikap Indonesia yang bertentangan dengan AS dalam "voting" mencapai 80 persen," kata Andri yang berbicara dalam Seminar Tahunan ke-3 bertema "Kajian dan Prediksi Politik Luar Negeri dan Diplomasi Indonesia 2008-2009".

Pembicara lain dalam forum yang diadakan program studi Hubungan Internasional Universitas Paramadina itu ialah Direktur Eksekutif the Lead Institut, Bima Arya Sugiarto Phd dan Wakil Pemred Mediatama Suryadiningrat.

Lebih jauh Andri mengatakan Indonesia memiliki pandangan yang berbeda dengan AS seperti dalam soal Namru, UNCLOS dan pengambilan keputusan di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB).

Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB selama dua tahun (1 Januari-31 Desember 2008). Pada Maret 2008, DK PBB mengeluarkan resolusi 1803 mengenai penjatuhan sanksi terhadap Iran. Indonesia menyatakan abstain pada saat 14 delegasi lain yang hadir setuju dengan pengadaan sanksi tersebut.

Selama menjadi anggota tidak tetap DK PBB, Andri menyatakan Indonesia dinilai berhasil mengembangkan peran sebagai satu negara yang bersuara moderat dan yang mengupayakan jembatan dan konsensus antarsesama anggota DK PBB dalam upaya menghasilkan suatu pemecahan bagi isu-isu keamanan dan perdamaian internasional.

Menurut dia, kiprah diplomasi Indoensia telah menunjukkan hasil-hasil positif baik dalam kerangka dwipihak, regional dan multilateral.

"Dunia internasional juga mengapresiasi peran Indonesia dalam isu-isu antara lain perubahan iklim, penanganan korupsi, keamanan pangan dan energi, krisis keuangan dan pemajuan demokrasi," katanya.

Kinerja diplomasi Indonesia di forum internasional tidak terlepas dari dukungan domestik yang semakin menyadari pengaruh dinamika hubungan internasional terhadap kondisi di dalam negeri dan begitu juga sebaliknya, ujar Andri.

Dikatakannya, Deplu akan terus berupaya memperkuat mesin diplomasi Indonesia termasuk dengan memperkuat fungsi perwakilan RI sebagai ujung tombak diplomasi guna mencari peluang ekonomi di negara akreditasi masing-masing.

"Hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara mitra pada 2009 diharapkan semakin kuat baik di bidang politik, pertahanan, ekonomi, lingkungan hidup maupun sosial-budaya," kata pejabat senior Deplu itu.

Menyinggung kunjungan Menteri Luar Negeri Hillary Rodham Clinton ke Indonesia baru-baru ini, Andri mengatakan AS memandang Indonesia sebagai mitra strategis.

"Berbeda dengan pejabat-pejabat AS sebelumnya, Menlu Hillary lebih banyak mendengarkan dalam pertemuan dengan mitra sejawatnya di sini," katanya.

Menurut dia, terpilihnya Barack Obama sebagai presiden AS telah menunjukkan kemampuan demokrasi dalam pembaruan kebijakan. Diperkiarakan kebijakan luar negeri AS akan berubah ke arah yang lebih mengedepankan dialog dan "soft power" daripada pendahulunya.

Bima Arya Sugiarto mengatakan Hillary telah menunjukkan sosok seorang menteri luar negeri yang dahsyat, berbeda dengan pendahulunya Condoleezza Rice.

"Menlu Hillary telah melakukan diplomasi `out of the box` yang dapat dicontoh para diplomat Indonesia," kata Bima merujuk wawancara Menlu Hillary yang terkesan santai dan memikat di stasiun TV RCTI di sela kunjungan dua-harinya di Indonesia.

Ia menilai Indonesia belum memanfaatkan posisi strategis di kawasan dan posisi sebagai negara Islam moderat sebagai kartu diplomasi.

Dalam kesempatan itu Bima, yang juga dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina, menunjukkan survei dan kajian kinerja diplomasi publik Deplu yang dilakukan program studi itu. Salah satu hasil survei dan kajiannya menunjukkan bahwa responden yang menilai Direktorat Publik cukup berhasil menampilkan citra Indonesia yang moderat, demokratis dan progresif sebanyak 63 presen, kurang berhasil 29 persen, sangat berhasil 5 persen dan gagal 3 persen.

Mediatama Suryadiningrat memperkirakan kebijakan diplomasi Indonesia akan mengalami perubahan pada tahun 2009.

"Setelah Indonesia mengadakan pemilu legislatif dan presiden tahun ini, saya perkirakan Deplu akan dipimpin oleh seorang menteri luar negeri yang berlatar belakang politisi," katanya.

Karena itu, ujarnya, kebijakan luar negeri Indonesia akan terpengaruh.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009