Mogadishu (ANTARA News/Reuters) - Presiden Somalia Sheikh Sharif Ahmed hari Senin menuduh gerilyawan muslim garis keras bekerja untuk negara-negara asing yang berusaha menggoyahkan negara Tanduk Afrika tersebut setelah pertempuran empat hari yang menewaskan sedikitnya 70 orang.

Kekosongan kekuasaan di negara itu setelah 18 tahun tanpa pemerintahan pusat telah lama mengkhawatirkan negara-negara pemain utama di dalam dan luar kawasan itu

Beberapa dari mereka khawatir akan pemberontak lokal dan jaringan teroris, sementara yang lain bersaing untuk mencapai dominasi regional dan beberapa lagi memanfaatkan kesempatan ekonomi dari sebuah negara yang gagal.

"Kami memiliki pemerintah Islam, namun orang-orang sesat Somalia membunuhi warga tak berdosa. Orang-orang ini bekerja untuk negara asing yang tidak ingin kami menjadi sebuah negara yang damai," kata presiden tersebut kepada wartawan di Mogadishu.

"Saya meminta mereka berhenti bertempur. Adalah tidak sah menumpahkan darah saudara-saudara kalian yang tidak berdosa," tambahnya.

Ahmed, yang dulu juga pemberontak Islamis, tidak menyebutkan negara yang dimaksudkannya, namun laporan-laporan PBB menuduh Eritrea, Ethiopia, Arab Saudi, Qatar dan negara-negara lain Teluk Arab melanggar embargo senjata terhadap Somalia.

Mogadishu, ibukota Somalia, dilanda sejumlah pertempuran terhebat dalam beberapa bulan pada akhir pekan ketika gerilyawan muslim garis keras al-Shabaab memerangi milisi Islamis pro-pemerintah.

Senin, ledakan-ledakan sporadis dan tembakan senapan mengguncang sejumlah wilayah utara kota itu, dan enam prajurit tewas ketika polisi berperang dengan pasukan yang berusaha membantu beberapa gerilyawan.

Pertempuran meletus pada Kamis, sehari sesudahnya tenang, dan kemudian memuncak pada Sabtu ketika kedua pihak bertempur untuk berusaha menguasai posisi-posisi utama di ibukota yang dilanda perang itu.

Gerilyawan Islamis mengatakan, mereka telah menguasai daerah-daerah yang diperebutkan di Mogadishu selatan, namun pemerintah membantah klaim itu.

"Kami telah menguasai daerah-daerah yang kami perebutkan denga musuh Allah," kata Sheikh Ali Mahmoud, pejabat kelompok Islamis yang bertanggung jawab atas Mogadishu, kepada wartawan.

Mahmoud mengklaim pihaknya menguasai stadion Mogadishu, gedung kementerian pertahanan dan sebuah jalan penting yang semuanya berada di bagian selatan kota pesisir itu.

Namun, pada jumpa pers Menteri Penerangan Farhan Mohamoud mengatakan, gerilyawan "tidak merebut posisi apa pun dari pasukan pemerintah".

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.

Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.

Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.

Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.

Washington menyebut al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara itu.

Pemerintah transisi lemah Somalia tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.

Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.

Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun ini.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009