Jakarta (ANTARA News) -Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Berry Nahdian Furqon dan Juru Kampanye Air dan Pangan WALHI Erwin Usman akan disidangkan hari ini di Pengadilan Negeri Manado, Sulawesi Utara, Selasa, karena kegiatan yang berkaitan dengan Konferensi Kelautan Dunia (WOC).

"Pagi ini kami diajukan ke muka persidangan di Pengadilan Negeri Manado pukul 10.00 berdasarkan pasal 216 KUHP," kata Erwin Usman melalui pesan singkat yang diterima ANTARA.

Pasal Pasal 216 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) menyebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan atau menghalangi menjalankan tugas dari pejabat atau apara keamanan diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu.

Erwin mengatakan dirinya dan Berry diajukan ke persidangan setelah menjalani pemeriksaan maraton oleh Kepolisian Polwiltabes Manado dari jam 14.35 WITA sampai 23.30 WITA Senin (11/5).

Erwin dan Berry ditahan di Polwiltabes Manado usai acara pembukaan konferensi Nelayan Nasional Indonesia.

"Saat ini Berry dan Usman masih berada ditahan di Polwiltabes Manado dan sedang di BAP (berita acara pemeriksaan)," kata Direktur Walhi Sulawesi Utara, Yahya La Ode yang dihubungi ANTARA di Manado, Senin (11/5).

Yahya mengatakan pihaknya telah meminta bantuan kepada beberapa pengacara dari LBH Manado dan LBH Sulut untuk mendampingi Berry dan Usman.

Dia menjelaskan Berry dan Usman ditangkap paksa oleh aparat keamanan, saat hendak kembali ke hotel Kololongan Beach setelah aksi damai solidaritas di pantai Malalayangan Manado.

Senin pagi mereka bersama ratusan nelayan menyerukan forum WOC-CTI menghasilkan keputusan yang tak membahayakan nelayan tradisional.

Nelayan berdatangan dari berbagai penjuru Sulut menggunakan 21 lebih kapal menyampaikan solidaritasnya di pantai Malalayang.

Sekitar dua truk aparat keamanan mengepung kawasan, bersama satu kapal patroli kepolisian.

"Aparat keamanan menghentikan acara dengan alasan yang tidak jelas, Ketika melakukan penangkapan, mereka tidak menunjukkan surat penangkapan atau surat pembubaran acara," katanya.

Aliasi Manado dan ratusan nelayan Sulawesi Utara menggelar Zona Kebebasan dan Demokrasi di pantai Malalayang, sejak jam 9 pagi.

Pagi itu mereka melakukan aksi solidaritas menyambut kedatangan nelayan pesisir yan bergabung dengan Aliansi Mand.

Mereka mengingatkan, forum WOC-CTI tidak mengancam dan merugikan nelayan tradisional dan kelautan.

Sebelumnya, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) memprotes upaya menghambat, menghalangi, dan mengintimidasi anggota Aliansi Manado dan nelayan-nelayan di Sulawesi Utara menjelang WOC dan KTT Coral Triangle Initiative (CTI) pada 11-15 Mei.

Sejak Jumat, 9 April, kata LSM, aparat pemerintah dan keamanan Sulut melakukan sejumlah pelarangan sepihak terhadap persiapan pertemuan Aliansi Manado.

Hal yang diprotes mereka antara lain, tindakan menekan pemilik lokasi, tempat Aliansi Manado akan menyelenggarakan pertemuan, dan secara sepihak membatalkan penggunaan lokasi tersebut.

Aliansi Manado merupakan gabungan organisasi nelayan dan masyarakat sipil lokal, nasional, dan internasional yang bertujuan memberi informasi aktual seputar masalah nelayan dan kelautan, pentingnya kelestarian ekosistem laut serta solidaritas dan hak-hak nelayan.

Aliansi Manado juga menyatakan WOC dan KTT Coral Triangle Initiative (CTI) diragukan mampu menyelamatkan nasib nelayan, laut dan mendukung keadilan iklim, khususnya karena adanya keterlibatan AS di dalam kesepakatannya.

"Kami mempertanyakan kredibilitas WOC -CTI mengurangi dampak perubahan iklim karena keterlibatan AS sebagai kontributor emisi karbon terbesar yang menolak menandatangani Protokol Kyoto," kata Koodinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maemunah.

Program ini, kata Siti, membuat pihaknya khawatir akan menjadi pemakluman pembongkaran kawasan konservasi menjadi kawasan pengerukan bahan tambang lewat skema kompensasi keragaman hayati (biodiversity offset).

"Agenda-agenda WOC-CTI mengabaikan permasalahan mendasar degradasi pesisir dan laut, polusi dari limbah tambang, serta penangkapan ikan ilegal," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009