Mogadishu (ANTARA News/Reuters) - Seorang anggota senior gerakan Islamis Somalia Al-Shabaab hari Kamis mengancam melancarkan "invasi" ke Kenya jika negara itu tidak mengurangi kehadiran militernya di perbatasan Somalia.

Kelompok gerilya itu, yang menguasai daerah-daerah di Somalia selatan di dekat Kenya, telah lama marah atas dukungan Kenya pada pemerintah Somalia yang didukung Barat di Mogadishu.

Kenya, yang khawatir atas pengaliran orang dan senjata melewati perbatasannya dan mewaspadai serangan-serangan di kawasan itu yang direncanakan dari Somalia, tetap menempatkan pasukan militer dalam jumlah besar di wilayah utara terpencil negara itu.

Pemerintah Kenya berusaha menjamin keselamatan warganya dan pekerja asing di tengah kekhawatiran mengenai serangan-serangan di Nairobi dan peringatan keamanan yang beredar di kalangan diplomat asing.

"Kami akan menyerbu Kenya jika mereka tidak menghentikan gerakan militer di sepanjang kota-kota perbatasan Somalia-Kenya," kata Sheikh Abdiqani Mohamed, wakil gubernur kota pelabuhan selatan Kismayu yang direbut Al-Shabaab pada pertengahan 2008.

"Kami tidak bisa membiarkan agresi Kenya. Apa yang dilakukan militernya di dekat Dhobley dan kota-kota lain kami di Somalia selatan?" katanya kepada Reuters. "Jika Kenya tidak menghentikan hal ini, pasukan kami akan menyeberangi perbatasan dan bertempur di dalam negara mereka."

Al-Shabaab menguasai sejumlah daerah Mogadishu dan melawan tekanan yang dilakukan pasukan keamanan Presiden Sheikh Sharif Ahmed untuk menghalau gerilyawan tersebut dari kota itu. Di provinsi-provinsi, kelompok gerilya tersebut memerangi milisi garis keras pro-pemerintah, dan sejumlah kota serta daerah seringkali berpindah tangan.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.

Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.

Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.

Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.

Washington menyebut al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara itu.

Pemerintah transisi lemah Somalia tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.

Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.

Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun ini.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009