Paris (ANTARA News/AFP) - Dua warga Perancis yang diculik di Somalia berada dalam keadaan baik namun dipisahkan dan ditahan oleh kelompok-kelompok muslim garis keras di Mogadishu, kata seorang menteri Somalia kepada televisi France 24, Kamis.

Menteri Urusan Sosial Mohammed Ali Ibrahim mengatakan kepada jaringan televisi itu, perdana menteri Somalia berbicara dengan salah satu dari kedua sandera itu melalui telefon dan mengatakan, keduanya berada dalam kondisi sehat.

"Partai Shebab menyandera salah satu dari kedua orang itu dan satu lagi berada di tangan Hezb al-Islam, namun kami masih melakukan negosiasi dengan mereka dan kami berharap memperoleh hasil positif," kata Ali Ibrahim dalam bahasa Arab.

"Perdana menteri bisa berbicara dengan salah seorang dari kedua sandera itu untuk meyakinkannya," katanya. "Kedutaan-kedutaan besar Perancis dan Amerika di Nairobi telah menghubungi pejabat Hezb al-Islam, Assan Aweis, untuk berbicara mengenai masalah ini."

"Kedua orang Perancis itu saat ini berada di Mogadishu dan sejauh yang kami tahu mereka berada dalam kondisi sehat," katanya, dalam pernyataan yang disampaikan empat hari setelah penasihat-penasihat keamanan Perancis itu diculik dari kamar hotel mereka di Mogadishu.

Sejumlah pengamat memperingatkan, Kamis, penculikan kedua agen Perancis itu bisa mengganggu rencana masyarakat internasional untuk memberikan dukungan lebih besar kepada pemerintah Somalia.

Orang-orang Perancis itu berada di Mogadishu untuk mempersiapkan pelatihan oleh pasukan Perancis terhadap pasukan Somalia di Djibouti.

Pelatihan itu dimajukan karena meningkatnya ancaman terhadap pemerintah Presiden Sharif Sheikh Ahmed.

Pertemuan donor di Brussel pada 23 April menjanjikan bantuan 213 juta dolar kepada pemerintah Shharif, khususnya program-program pembangunan kemampuan militer.

Shebab, milisi garis keras yang berperang untuk mendongkel pemerintah Sharif, pada awal Mei meluncurkan ofensif baru terhadap pemerintah.

Tiga pejabat penting tewas dalam beberapa hari sejak itu, yang mencakup seorang anggota parlemen, seorang komandan kepolisian Mogadishu dan seorang menteri yang terbunuh dalam serangan bom bunuh diri.

Lebih dari 200.000 orang terlantar dalam dua bulan terakhir, sementara ratusan warga sipil diyakini tewas atau cedera, menurut Kantor Komisi Tinggi PBB Urusan Hak Asasi Manusia.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.

Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.

Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.

Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh Shebab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.

Washington menyebut Shebab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara itu.

Pemerintah transisi lemah Somalia tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.

Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.

Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun lalu saja.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009