Mogadishu (ANTARA News) - Tujuh anak termasuk diantara sepuluh orang yang tewas dalam pemboman militer Somalia di Mogadishu, Rabu, ketika pasukan pemerintah yang didukung penjaga perdamaian Uni Afrika menembakkan mortir ke distrik-distrik yang dikuasai oleh gerilyawan muslim garis keras.

Ketujuh anak itu terkena bom ketika mereka bermain bola di daerah Wardhigley di Mogadishu selatan, kata saksi mata dan petugas medis.

"Saya melihat mayat tujuh anak yang tewas setelah bom mortir menghantam lapangan bermain di dekat... sebuah sekolah dasar," kata Mohamed Abdulle, seorang saksi, seperti diberitakan AFP.

Dua warga sipil lain tewas akibat luka-lukanya di rumah sakit Medina di kota itu, dimana 13 orang masih dirawat, kata kepala rumah sakit Mohamed Yusuf Hasan kepada AFP, sementara seorang warga sipil lain tewas akibat peluru nyasar.

Pemboman itu dilakukan sebagai pembalasan atas serangan gerilyawan Islamis yang menembakkan bom ke pangkalan pasukan pemerintah dan Uni Afrika, kata Mohamed Ali, seorang pejabat keamanan Somalia.

Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya, Hezb al-Islam, berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Sheikh Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.

Dalam beberapa hari terakhir ini, mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.

Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.

Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.

Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.

Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh Al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.

Pemerintah transisi hanya menguasai sejumlah kecil wilayah di Mogadishu, ibukota Somalia, dan sisanya dikuasai Al-Shabaab yang diilhami Al-Qaeda dan kelompok lebih politis Hezb al-Islam.

Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Gerilyawan muslim garis keras, yang meluncurkan ofensif sejak 7 Mei untuk menggulingkan pemerintah sementara dukungan PBB yang dipimpin oleh tokoh moderat Sharif Ahmed, meningkatkan serangan-serangan mereka.

Tiga pejabat penting tewas dalam beberapa hari sejak itu, yang mencakup seorang anggota parlemen, seorang komandan kepolisian Mogadishu dan seorang menteri yang terbunuh dalam serangan bom bunuh diri.

Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010