Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR Desmond J Mahesa melihat adanya tekanan-tekanan politik dalam penanganan kasus Sistem Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan HAM.

Menurut Desmond di Jakarta, Minggu, pihaknya mencurigai ada satu kekuatan besar yang mengintervensi proses penanganan hukum kasus Sisminbakum itu.

"Ini sudah tidak murni hukum lagi, ada satu kekuatan besar, yang berada di belakang Hartono Tanoesoedibyo, sehingga mampu mangkir selama lima kali di persidangan," ujar anggota Fraksi Gerindra itu.

Ditegaskannya bahwa pihaknya justru merasa aneh dengan niat JPU yang hanya akan membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pengusaha itu di muka persidangan.

"BAP itu pastinya berisi hal-hal yang meringankan dan menguntungkan kedudukan Hartono. Bagaimana kejaksaan dapat bersikap seperti itu? Seharusnya JPU tegas dan memanggil paksa Hartono," tegas Desmond.

Apalagi dalam berkas dakwaan tersangka sebelumnya, ia menambahkan, nama Hartono disebut-sebut terlibat dalam kasus yang merugikan negara ratusan miliar rupiah itu.

Sebelumnya Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Marwan Effendy mengakui menghadapi banyak kendala dalam penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan. Sisminbakum di Kementerian Hukum dan HAM.

Force Majeur

Marwan Effendy mengungkapkan kasus korupsi yang melibatkan pengusaha Hartono Tanoesoedibyo itu belum dapat dituntaskan karena ada faktor force majeur (keadaan memaksa yang membuat kejaksaan tidak mampu menuntaskan kasus).

"Ya, ada (kasus) yang tidak bisa dijangkau kita, karena force majeur, seperti Hartono Tanoesoedibyo, Gubernur Bengkulu Agusrin Najamudin. Itu di luar kemampuan kita," kata Marwan seusai sholat Jumat di Masjid Kejagung (21/5).

Hanya saat ditanya tentang keadaan memaksa tersebut, Marwan enggan menyebutkannya.

"(Pokoknya) itu di luar kemampuan kita," ujar Marwan.

Dalam pemeriksaan kasus Sisminbakum, kejaksaan telah menyidik dan menetapkan status tersangka kepada Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM Syamsudin Manan Sinaga dan dua mantan Dirjen AHU sebelumnya, Zulkarnain Yunus dan Romli Atmasasmita sebagai tersangka.

Selain itu, ada dua tersangka lain yang sudah ditetapkan, yaitu, Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), Yohanes Waworuntu dan Ketua Koperasi Pengayoman Pegawai Deperteman Kehakiman (KPPDK) Ali Amran Zanah.

Meski begitu, kejaksaan belum juga menetapkan status tersangka kepada mantan Menkum HAM Yusril Ihza Mahendra dan pemegang saham PT SRD Hartono Tanoesoedibyo, walau dalam berkas perkara terdakwa Sisminbakum sebelumnya, kejaksaan sudah menyebut bahwa keduanya turut bersama-sama terlibat dalam kasus itu bersama dengan mantan Dirjen AHU Depkumham, Romli Atmasasmita.

Romli sudah ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi terdakwa dalam kasus yang merugikan keuangan negara Rp410 miliar dan bahkan ia sudah menjadi terpidana dan divonis dua tahun penjara.

Kasus korupsi Sisminbakum Depkumham bermula saat Ditjen AHU memberlakukan Sistem Administrasi Badan Hukum, dimana dalam Sistem tersebut telah ditetapkan biaya akses dengan perincian, pemesanan nama perusahaan ditetapkan sebesar Rp350 ribu, biaya pendirian dan perubahan badan hukum Rp1 juta, pemeriksaan profil perusahaan di Indonesia Rp250 ribu, konsultasi hukum Rp500 ribu dan biaya PNBP Rp200 ribu.

Biaya Rp 200 ribu inilah yang seharusnya masuk ke kas negara sedangkan sisanya masuk ke SRD dan koperasi Ditjen AHU.

(T.D011/A011/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010