Kupang (ANTARA News) - Sebagian besar dari 250 kepala keluarga eks pengungsi Timor Timur yang masih bertahan di kamp Tuapukan, sekitar 20 kilometer arah timur Kupang, Nusa Tenggara Timur, bekerja sebagai buruh tani.

"Sebagian besar dari kami yang masih bertahan di kamp darurat ini. Kami di sini bertahan hidup dengan menjadi buruh tani," kata Marcelino Lopez selaku koordinator eks pengungsi Timtim di Kamp Tuapukan, Minggu.

Marcelino menjadi koordinator bagi warga kamp asal eks Kabupaten Viqueque, Timor Timur (Timtim) yang kini telah menjadi negara Timor Leste.

Dia mengatakan para eks pengungsi  tidak bisa mendapat bantuan perumahan dari pemerintah padahal kepemilikan tanah menjadi syarat untuk mendapatkan bantuan perumahan dari pemerintah.

Sejak status mereka sebagai pengungsi berakhir pada 2001, kata dia, baru pada tahun ini sebuah gerakan kemanusiaan menyalurkan bantuan pangan, pakaian, dan pengobatan gratis untuk warga kamp.

"Bulan lalu, gerakan kemanusiaan Posko Jenggala yang dikoordinasi oleh Bapak Andi Syahrandi menyalurkan beras, jagung, dan pakaian untuk kami," katanya ketika tengah menggerakkan warga kamp untuk datang ke posko tersebut.

Pada hari Minggu, Posko Jenggala kembali hadir di kamp Tuapukan, membawa serta lima dokter umum dan empat tenaga farmasi untuk memberikan pengobatan gratis kepada warga kamp.

Menyinggung pekerjaan eks pengungsi Timtim sebagai buruh tani, dia menjelaskan setiap mengerjakan lahan milik warga Tuapukan, hasilnya dibagi dua dengan pemilik tanah. Bahkan, ada yang dibagi tiga, karena anak laki-laki dari pemilik tanah juga menuntut bagian.

"Misalnya saya panen padi 20 kaleng padi, kami bagi. Demikian juga kalau jagung, semua harus dibagi dengan pemilik tanah. Jadi, kami hanya memperoleh sebagian kecil saja untuk memberi makan anak-istri," ujarnya.

Ia lantas mencontohkan dirinya yang punya lima anak. Marcelino Lopez mengaku setengah mati banting tulang, sedangkan pemerintah tidak memberikan bantuan lagi untuk eks pengungsi Timtim.

Ketika tengah diwawancarai, Marcelino juga terus menerima telepon dari sebuah stasiun televisi nasional yang menanyakan kondisi kehidupan eks pengungsi di kamp tersebut.

Marcelino mengaku wawancara dari stasiun televisi itu berkaitan dengan peringatan Hari Pengungsi Sedunia.

Ia mengatakan di kamp Tuapukan terdapat sekitar 250 kepala keluarga (KK), sementara yang berada di bawah koordinasinya sekitar 98 KK asal Viqueque (K006/D007)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010