Makassar (ANTARA News) - AKBP (PURN) PL (60) menjadi tersangka dalam pembalakan liar (illegal logging) kayu hitam (eboni) atau sebanyak delapan kubik kayu ilegal setelah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) melakukan penyidikan terhadapnya.

Kepala Seksi Perlindungan Pengawetan dan Perpetakan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan, Faat Rudianto, di Makassar, Sabtu, membenarkan penetapan tersangka pembalakan liar itu.

"Sebelumnya kami sudah pernah memeriksanya sebagai saksi dalam kepemilikan kayu hitam itu dan kini dia sudah ditetapkan menjadi tersangka," katanya.

PL yang menjadi tenaga pendidik (gadik) di Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Batua Makassar ditetapkan sebagai tersangka karena kepemilikan kayu ilegal sebanyak 238 batang kayu hitam (eboni) atau sebanyak delapan kubik kayu ilegal.

Selain PL yang dijadikan tersangka, pihaknya juga telah menetapkan Bah (30) sebagai tersangka. Bah sendiri tertangkap tangan saat mengangkut kayu ilegal itu dari daerah Malili, Luwu Timur (Lutim) Sulsel pada akhir Juni 2010.

Sebelumnya, ia mengaku jika penangkapan yang dilakukannya itu berdasarkan adanya informasi dari masyarakat dan Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Anoa. Informasi mengenai adanya aktivitas bongkar muat ilegal itu kemudian ditindak lanjuti.

Hasilnya, BBKSDA berhasil mengamankan kayu yang masuk dalam hutan Konservasi dan Hutan Lindung. Dengan adanya aktivitas bongkar muat kayu ilegal itu, negara telah dirugikan sekitar Rp200 juta.

Menurutnya, kayu jenis olahan itu tidak mempunyai Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) dan Faktur Angkutan Kayu Olahan (FAKO).

"Lantaran jenisnya kayu hitam dan hanya ada di hutan Konservasi dan Hutan Lindung makanya kami langsung mengamankannya," katanya.

Kayu yang bisa ditebang dan bisa memiliki izin, lanjutnya, hanyalah kayu yang diambil dari hutan produksi. Kayu hitam ini berasal dari daerah Malili, Kabupaten Luwu Timur, dengan tujuan Makassar untuk diolah menjadi meubel.

Karena tidak mengantongi dokumen kayu hitam, pelaku terancam dijerat dengan pasal 50 ayat 3 (h) dengan ancaman lima tahun penjara serta denda Rp1 miliar Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.(Ant/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010