Mogadishu (ANTARA News/Reuters) - Gerilyawan garis keras Al-Shabaab memerintahkan penduduk di daerah-daerah Somalia yang mereka kuasai untuk menyerahkan televisi dan perangkat satelit dan memperingatkan bahwa mereka yang tidak melakukan hal itu akan dianggap sebagai mata-mata, kata sejumlah warga, Senin.

Daerah-daerah yang terkena aturan itu adalah kawasan yang dikuasai Al-Shabaab, kelompok terkait Al-Qaeda yang memberlakukan hukum sharia yang mencakup pelarangan bel sekolah, nada dering di telefon genggam dan musik di radio.

Anggota-anggota milisi itu, yang juga melarang penayangan sepak-bola dan film, memperingatkan penduduk melalui pengeras suara yang dipasang di kendaraan di kota-kota Somalia selatan dan tengah agar mereka menyerahkan televisi sebelum bulan puasa dimulai pada Agustus.

"Keluarga diminta menyerahkan perangkat televisi dan satelit. Mereka (Al-Shabaab) khawatir beberapa dari kami akan menggunakannya sebagai saluran pribadi untuk komunikasi," kata Abshir, seorang warga Buula-barde, kepada Reuters.

"Di masa silam kami tidak bisa melihat pertandingan atau film yang kami inginkan. Kini, kami tidak boleh memiliki perangkat TV sama sekali," kata warga yang menolak menyebutkan nama lengkapnya itu karena alasan keamanan.

Seorang warga lain di Bardale, sebuah kota sekitar 60 kilometer sebelah utara Baidoa, mengatakan, mereka diberi tahu mengenai keputusan itu pada pertemuan umum Jumat malam.

"Kami tidak senang menyerahkan barang milik kami kepada orang lain," kata seorang warga yang tidak mau disebutkan namanya.

Peringatan itu membuat takut penduduk yang telah mengenal Al-Shabaab, yang sebelumnya sudah menghukum mati puluhan orang yang dituduh melakukan kegiatan mata-mata untuk pemerintah atau pasukan asing.

Seorang anggota parlemen dari Buula-barde mengatakan bahwa Al-Shabaab, yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom di Kampala, ibukota Uganda, yang menewaskan 76 orang bulan ini, sedang melihat perkembangan pada pertemuan puncak Uni Afrika di kota tersebut mengenai kemungkinan ofensif terhadap mereka.

Serangan-serangan bom pada 11 Juli di Kampala itu dilakukan di sebuah restoran dan sebuah tempat minum yang ramai ketika orang sedang menyaksikan siaran final Piala Dunia di Afrika Selatan.

Pasukan keamanan Uganda telah menangkap lebih dari 20 orang, termasuk sejumlah warga Pakistan, terkait dengan dua serangan yang menewaskan 76 orang itu.

Pemimpin Al-Shabaab telah memperingatkan dalam pesan terekam pada bulan ini bahwa Uganda akan menghadapi pembalasan karena peranannya dalam membantu pemerintah sementara Somalia yang didukung Barat.

Uganda adalah negara pertama yang menempatkan pasukan di Somalia pada awal 2007 untuk misi Uni Afrika yang bertujuan melindungi pemerintah sementara dari Al-Shabaab dan sekutu mereka yang berhaluan keras di negara Tanduk Afrika tersebut.

Pasukan Uni Afrika mendukung pemerintah Somalia dalam perang melawan gerilyawan garis keras itu.

Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya, Hezb al-Islam, berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.

Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.

Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.

Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.

Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.

Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh Al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.

Gerilyawan muslim garis keras, yang meluncurkan ofensif sejak 7 Mei 2009 untuk menggulingkan pemerintah sementara dukungan PBB yang dipimpin oleh tokoh moderat Sharif Ahmed, meningkatkan serangan-serangan mereka.

Tiga pejabat penting tewas dalam beberapa hari sejak itu, yang mencakup seorang anggota parlemen, seorang komandan kepolisian Mogadishu dan seorang menteri yang terbunuh dalam serangan bom bunuh diri.

Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010