Waykanan, Lampung (ANTARA News) - Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Waykanan mengatakan produksi pisang di daerah tersebut menurun signifikan sehubungan banyak petani daerah itu memilih menanam palawija jenis lain.

"Dalam kurun waktu empat tahun terakhir produksi pisang turun drastis," kata Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura pada Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Waykanan, Amalia Rizkiyanti, di Blambanganumpu yang berada sekitar 200 km dari sebelah utara kota Bandarlampung, Senin.

Menurutnya, produksi pisang di daerah sebelah selatan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Provinsi Sumatera Selatan itu per Desember 2009 tercatat 7.742,80 ton/tahun dari 75.861 batang pisang.

"Tahun 2005 produksi pisang mencapai 19.109,90 ton/tahun dari 823.885 pohon yang ditanam petani, lalu tahun 2006 meningkat menjadi 23.480,70 ton/tahun seiring pohon pisang bertambah menjadi 899.738 batang," ujarnya.

Lantas, terus dia, di tahun2007 produksi pisang menurun lagi, hasil yang tercapai 17.857,30 ton/tahun dari 971.529 batang pisang.

"Kemudian di tahun 2008 produksi pisang turun lagi, yakni 15.675,60 ton/tahun dari 1.194.005 batang pisang yang ditanam petani," ujarnya.

Sementara itu, di pasar Baradatu, beberapa pedagang mengatakan harga pisang di pekan ke empat Oktober bertahan seperti minggu sebelumnya sehingga masih terjangkau oleh pembeli di daerah itu.

"Harga jual pisang ambon masih stabil, yakni Rp4 ribu per sisir, adapun pisang lilin Rp 3 ribu per sisir," ujar pedagang pisang di pasar Baradatu, Jamiyah (45).

Senada dengan Jamiyah, pedagang pisang lainnya Pariyati (36) mengatakan harrga pisang jenis muli juga tetap bertahan, yakni Rp2.500 per sisir.

"Harga pisang belum naik karena pasokan masih lancar atau tidak mengalami hambatan," tuturnya.

Pembeli di pasar Baradatu, Sutini (39) mengatakan tidak keberatan membeli pisang ambon dengan harga Rp4 ribu per sisir.

"Tidak masalah dengan harga sekian dan masih terjangkau karena anak-anak sedang ingin kolak," ujarnya. (ANT-247/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010