Jakarta (ANTARA News) - Kesuksesan pencatatan perdana saham PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Rabu (10/10) kemarin dinilai akan memberi dampak positif terhadap rencana penawaran saham terbatas (right issue) Bank BNI dan penawaran saham perdana (IPO) PT Garuda Indonesia.

"IPO Krakatau Steel memberi hasil yang terbaik, sehingga memberi sinyalemen bahwa kondisi pasar saham sedang bagus," kata Menteri BUMN Mustafa Abubakar, di sela Investor Summit 2010, Jakarta, Kamis.

Menurut Mustafa, situasi pasar saat ini sangat mendukung untuk masuknya perusahaan-perusahaan ke pasar modal.

Terbukti, tidak saja Krakatau Steel, saham perdana Agung Podomoro yang listing hari ini (11/11), dan Bank Jawa Barat beberapa hari lalu juga menghasilkan perdagangan yang bagus.

Menurut catatan, harga saham KRAS pada listing perdagangan Rabu (10/11) ditutup pada level Rp1.270 per saham, naik 49,41 persen dari saat perdana Rp850 per saham.

Lonjakan saham perusahaan baja platmerah itu menyentuh batas atas auto rejection. Total nilai transaksi mencapai Rp1.994 triliun dengan volume perdagangan sebanyak 1.659.950.500 saham.

Transaksi beli asing tercatat sebesar Rp 33,326 miliar dengan volume 27.819.500 saham.

"Diharapkan pada "secondary market" akan lebih aktraktif lagi. Saya harap sinyalemen positif ini bisa terus dimanfaatkan," katanya.

Saat ini diutarakan Mustafa, Bank BNI sedang melakukan roadshow right issue baik ke Eropa dan Asia termasuk Hongkong.

"Kami harap situasi pasar modal dalam negeri yang bergairah saat ini, dapat menambah minat investor asing terhadap saham yang akan masuk bursa," katanya.

Terkait dengan pro kontra harga saham KRAS yang dilepas pada harga Rp850 per lembar, Mustafa menuturkan, harga tersebut sudah optimal.

"Semua itu harganya sudah ditentukan "underwriter" (penjamin emisi) beserta emiten dan yang ditetapkan Menteri," ujarnya.

Ia berpendapat, tidak bisa menyatakan IPO KRAS tersebut rendah ataupun tinggi karena itu sudah melalui hasil dari penelitian.

"Sesudah go public seperti ini, kita baru tahu gairah pasar sangat positif. Menurut hemat saya tidak bisa menyebut bahwa ini harga kerendahan atau ketinggian itu tidak bisa diputuskan," katanya.

Pada waktu memutuskan, tidak melihat apakah harga itu murah atau tidak karena harga itu tepat dan sesuai dengan hasil penelitian underwriter.

Ia mencontohkan, penetapan harga IPO Bank BTN yang listing akhir 2009 ditetapkan Rp800 per lembar. "Saat ini, kurang dari satu tahun, harganya sudah melonjak lebih dari dua kali lipat," katanya.(*)

R017/D012

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010