Mogadishu (ANTARA News) - Pemerintah Somalia menyatakan akan melarang kapal-kapal menggunakan pelabuhan di wilayah selatan yang dikuasai gerilyawan agar kelompok itu tidak memperoleh penghasilan dan perbekalan.

Namun, tidak jelas bagaimana larangan itu akan diberlakukan, demikian Reuters melaporkan.

Pemerintah Somalia dukungan PBB mengakui bahwa mereka membutuhkan bantuan internasional untuk menyergap kapal-kapal dagang yang menuju tiga pelabuhan yang dikuasai gerilyawan Al-Shabaab di sebelah selatan Mogadishu.

Langkah itu ditempuh ketika pasukan pemerintah yang dibantu prajurit penjaga perdamaian Uni Afrika melakukan ofensif untuk mengatasi kekerasan gerilya empat tahun yang telah menewaskan sedikitnya 21.000 orang.

"Dengan bantuan masyarakat internasional, pemerintah Somalia akan menahan setiap kapal yang membawa barang untuk Al-Shabaab. Pelabuhan-pelabuhan Kismayu, Barawe dan Marka akan ditutup," kata pemerintah dalam sebuah pernyataan pada Selasa larut malam.

Uni Afrika tahun lalu meminta Dewan Keamanan PBB mendukung blokade laut yang bertujuan menghentikan pengaliran senjata dan orang rekrutan untuk gerilyawan.

Pemerintah Somalia melancarkan ofensif baru dan berhasil merebut sejumlah daerah di Mogadishu, ibukota negara itu.

Pasukan Somalia yang didukung milisi sekutunya juga meluncurkan operasi di sejumlah kota di wilayah tengah dan selatan, termasuk kota perbatasan Balad Hawa yang dikuasai Al-Shabaab, yang berjarak beberapa kilometer dari kota Mandera Kenya dan Ethiopia.

Al-Shabaab mengobarkan perang selama empat tahun ini dalam upaya menumbangkan pemerintah sementara Somalia dukungan PBB yang hanya menguasai sejumlah wilayah di Mogadishu.

Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli lalu.

Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas.

Al-Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 79 orang.

Pemboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak pemboman 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Al-Qaeda.

Serangan-serangan bom pada 11 Juli itu dilakukan di sebuah restoran dan sebuah tempat minum yang ramai di Kampala ketika orang sedang menyaksikan siaran final Piala Dunia di Afrika Selatan.

Pemimpin Al-Shabaab telah memperingatkan dalam pesan terekam pada Juli bahwa Uganda akan menghadapi pembalasan karena peranannya dalam membantu pemerintah sementara Somalia yang didukung Barat.

Uganda adalah negara pertama yang menempatkan pasukan di Somalia pada awal 2007 untuk misi Uni Afrika yang bertujuan melindungi pemerintah sementara dari Al-Shabaab dan sekutu mereka yang berhaluan keras di negara Tanduk Afrika tersebut.

Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.

Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.

Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011