Addis Ababa (ANTARA News) - Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mengatakan, masyarakat internasional kehilangan kesabaran atas pertikaian politik di jajaran pemerintah transisi Somalia.

Sejak dibentuk pada 2004, pemerintah Somalia berulang kali diguncang perselisihan kepemimpinan yang merongrong mandatnya untuk menyusun konstitusi baru dan menciptakan rekonsiliasi di negara yang dilanda perang itu.

"Dewan Keamanan PBB dan negara-negara donor kehilangan kesabaran pada ketegangan politik di dalam kepemimpinan Somalia," kata Ban di Addis Ababa dalam pertemuan puncak khusus Uni Afrika untuk membahas konflik di benua tersebut.

Meski demikian, Ban memuji ofensif belum lama ini dari pasukan Uni Afrika (AU) dan pemerintah Somalia terhadap gerilyawan Al-Shabaab yang terkait dengan Alqaeda di ibu kota negara itu, Mogadishu.

"Karena sudah ada kemajuan di bidang keamanan, lembaga transisi federal (TFI) harus juga mencapai kemajuan di bidang-bidang politik dan pembangunan," kata Ban.

"TFI harus menunjukkan kemajuan nyata dalam tugas-tugas penting seperti penyusunan konstitusi, pencapaian politik, rekonsiliasi, pemenuhan pelayanan dasar dan perbaikan dalam keselamatan," tambah Sekjen PBB itu.

Ofensif militer di ibu kota Somalia, Mogadishu, dan wilayah selatan negara itu sebelumnya tahun ini telah membuat mundur gerilyawan Al-Shabaab, namun ada kekhawatiran bahwa mereka akan menyatukan diri lagi karena kurangnya kepemimpinan politik di Somalia.

Pasukan penjaga perdamaian AU (AMISOM) yang mencakup 9.000 orang merupakan satu-satunya kekuatan yang mencegah kelompok gerilya Al-Shabaab menggulingkan pemerintah Somalia dukungan Barat yang mandatnya berakhir pada Agustus.

Juru bicara AMISOM Mayor Paddy Ankunda mengatakan, 3.000 prajurit tambahan akan segera ditempatkan di Somalia.

Presiden Sheikh Sharif Ahmed memperpanjang masa jabatannya, demikian juga parlemen, yang ketuanya, Sharif Hassan Sheikh Aden, berambisi menjadi presiden.

Al-Shabaab mengobarkan perang selama empat tahun ini dalam upaya menumbangkan pemerintah sementara Somalia dukungan PBB yang hanya menguasai sejumlah wilayah di Mogadishu.

Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli 2010.

Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas.

Al-Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 79 orang.

Pemboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak pemboman 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Alqaeda.

Serangan-serangan bom pada 11 Juli itu dilakukan di sebuah restoran dan sebuah tempat minum yang ramai di Kampala ketika orang sedang menyaksikan siaran final Piala Dunia di Afrika Selatan.

Pemimpin Al-Shabaab telah memperingatkan dalam pesan terekam pada Juli bahwa Uganda akan menghadapi pembalasan karena peranannya dalam membantu pemerintah sementara Somalia yang didukung Barat.

Uganda adalah negara pertama yang menempatkan pasukan di Somalia pada awal 2007 untuk misi Uni Afrika yang bertujuan melindungi pemerintah sementara dari Al-Shabaab dan sekutu mereka yang berhaluan keras di negara Tanduk Afrika tersebut.(*)
M014/S008

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011