Jakarta (ANTARA News) -  Anggota Komisi IX DPR RI dari FPD, Inggrid Kansil mengecam pihak-pihak yang mengkaitkan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di depan Organisasi Buruh Sedunia (ILO) dengan  kasus TKI Ruyati yang dihukum pancung di Arab Saudi.

Ia menyebutkan, mereka yang mengatakan pidato SBY sebagai pepesan kosong tentunya tidak memahami komitmen SBY terhadap para TKI.

"Masa presiden kita di ILO dielu-elukan, di sini dihujat. Mereka yang menghujat presiden bahwa pidato presiden di ILO itu pepesan kosong tentunya adalah mereka yang tidak menilik dan tidak memahami lebih dalam persoalan Ruyati ini,” kata Inggrid di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.

Istri Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan itu menambahkan, pemerintah maupun presiden dalam kasus ini sudah melakukan kepedulian yang nyata. Pemerintah sudah berupaya melakukan pendampingan, seperti kepergian Menkumham ke Arab Saudi yang bertemu dengan Menkumham Arab Saudi dan Komisi HAM Arab Saudi.

Oleh karenanya, menurut Inggrid, mengkaitkan pernyataan SBY di ILO dan kasus ini adalah hal yang tidak bijak dan tidak ada hubungannya dengan komitmen SBY.

“Masalahnya kita juga harus menghormati proses hukum negara lain. Permasalahan terletak pada Arab Saudi yang tidak memberikan kabar pada pemerintah. Ini bukan kesalahan pada pemerintah. Pemerintah melalui KBRI di Jedah sudah melayangkan keberatan terhadap pemerintah Arab Saudi. Mereka yang mengkritik presiden sepertinya tidak paham bahwa proses hukum harus dihormati," ujarnya.

Inggrid bahkan menuding bahwa mereka yang tidak bisa menghargai proses hukum di Arab Saudi adalah mereka yang terbiasa mengintervensi proses hukum dengan mempolitisir.

"Celaan dan kritikan hanya untuk mempolitisir situasi. Seharusnya mereka bisa memiliki komitmen yang sama dengan pemerintah dan menjadikan komitmen pemerintah sebagai komitmen bersama. Mari sama-sama bahu membahu bukan hanya mengkritik,” tegasnya.

Mereka yang mengkritik ini, jelasnya, juga tidak memahami apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk melindungi nasib para TKI.

“Kita sudah melakukan berbagai MoU dimana kemudian keluar pembatasan-pembatasan seperti majikan yang boleh menerima TKI adalah mereka yang berpenghasilan minimal 10 ribu real atau minimal Rp24 juta. TKI juga harus mudah melakukan komunikasi. Pak SBY bukan pepesan kosong seperti yang mereka tudingkan,” tandasnya.
(zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011