Mogadishu (ANTARA News) - Turki mengungsikan puluhan korban ledakan yang terluka parah dari Mogadishu, ibu kota Somalia, Kamis, dua hari setelah bom bunuh diri menewaskan 72 orang dalam serangan paling mematikan yang dilakukan Al-Shabaab sejak mereka meluncurkan perang pada 2007.

Bom truk itu juga mencederai lebih dari 100 orang, banyak dari mereka mengalami luka-luka bakar parah dan patah tulang, dan mereka dirawat di rumah sakit dengan peralatan buruk yang dipadati pasien di kota pesisir itu, lapor Reuters.

Pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika menyatakan, sebuah truk yang membawa bahan bakar menabrak sebuah pos pemeriksaan di luar gedung yang menjadi kantor sejumlah kementerian, dimana pelajar mendaftarkan diri untuk memperoleh bea siswa yang ditawarkan Turki.

Turki, yang ingin memperkuat hubungannya dengan Afrika, meningkatkan upaya bantuan di Somalia yang dilanda kelaparan dan menjanjikan proyek-proyek prasarana di ibu kota negara itu.

"Beberapa dari mereka tidak sadar. Ke-36 korban ini merupakan kelompok pertama (yang diungsikan) diantara para pasien yang berada dalam kondisi serius dan tidak bisa dirawat di sini di Mogadishu," kata Menteri Kehakiman Ahmed Ugas Bille kepada Reuters di bandara.

Mereka diperkirakan tiba di Turki pada Kamis malam.

Sehari sebelumnya, Rabu, gerilyawan Al-Shabaab menjanjikan serangan-serangan lebih lanjut setelah pemboman mobil mematikan itu.

"Kami berjanji serangan-serangan terhadap musuh akan dilakukan secara rutin, lebih banyak jumlahnya dan akan meningkat dari hari ke hari," kata juru bicara Al-Shabaab, Ali Mohamud Rage, dalam pernyataan yang disiarkan Rabu oleh radio kelompok itu, Al-Andalus.

Pemboman Selasa itu merupakan serangan pertama sejak gerilyawan tersebut menarik diri dari Mogadishu pada Agustus dalam langkah yang mereka sebut sebagai perubahan taktik militer.

"Serangan itu merupakan pukulan terhadap tentara bayaran yang melayani kepentingan kaum kafir yang berpendapat mereka telah menguasai Mogadishu dan pada mereka yang menganggap Al-Shabaab meninggalkan Mogadishu," kata Rage.

"Serangan itu membuktikan bahwa kami masih berada di Mogadishu dan sangat banyak berada di K4," katanya, menunjuk pada daerah Mogadishu yang menjadi sasaran serangan bom bunuh diri itu.

Al-Shabaab yang bersekutu dengan Al-Qaida mengobarkan perang selama empat tahun ini dalam upaya menumbangkan pemerintah sementara Somalia dukungan PBB yang hanya menguasai sejumlah wilayah di Mogadishu.

Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli 2010.

Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas.

Al-Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 79 orang.

Pemboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak pemboman 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Al-Qaida.

Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan Al-Qaida pimpinan Osama bin Laden.

Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.

Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.

Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain perompakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011