Palu (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah, mengimbau umat Islam di memanfaatkan momentum Idul Adha 1443 Hijriah untuk meningkatkan solidaritas sosial agar terbentuk bangsa yang ramah dan bermartabat.

Ketua MUI Kota Palu Prof KH Zainal Abidin, di Palu, Ahad, mengemukakan ada yang menarik dari kisah Nabi Ibrahim dan anaknya. Dalam kisah itu diajarkan betapa pentingnya dialog dan keterbukaan.

Walaupun perintah menyembelih Ismail dari Allah, Nabi Ibrahim tidak lalu berlaku semena-mena, sekehendak hatinya, meski terhadap anaknya sendiri, miliknya sendiri yang dapat diperlakukan semaunya. Nabi Ibrahim justru memberikan kesempatan kepada anaknya untuk mengajukan saran agar diperoleh kata sepakat.

"Dialog itu merupakan simbol antara atasan dan bawahan, pemerintah dan rakyat, penguasa dan masyarakat sehingga tidak terdapat jurang pemisah atau kesenjangan," ujar Prof Zainal.

Baca juga: Warga padati Shalat Idul Adha di Masjid 99 Kubah

Baca juga: Khatib Prof HM Hatta: Idul Adha identik dengan sejarah Nabi Ibrahim


Atasan tidak merasa paling hebat dan benar yang pada gilirannya bawahan lebih percaya diri dan dapat lebih kreatif dan maju. Begitu juga penguasa dan pemerintah tidak akan menjadikan rakyat sebagai obyek dan sasaran yang harus dikuasai dan diintimadasi,

"Tetapi rakyat diberi kebebasan, dalam mengajukan pendapat dan menyalurkan aspirasi serta mendapatkan hak-haknya, saling bicara dan saling mendengar," ujarnya.


Budaya dialog dan keterbukaan, kata dia, bukan hanya di bidang politik, tetapi juga dalam kehidupan keagamaan sehingga terjalin kerukunan antar umat beragama dan antar umat beragama.

Budaya dialog perlu ditumbuhsuburkan, sehingga tidak melahirkan kesombongan paham, sekte, aliran dan golongan atau merasa paham dan pendapatnya yang paling benar.

"Bukankah menurut Islam setiap yang beriman itu bersaudara dan kita diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling kenal-mengenal bukan untuk saling menyalahkan, saling memaki saling berperang dan saling membunuh," ujarnya.

Melalui dialog, diharapkan praktek saling menuding kekurangan dan menonjolkan superioritas harus dikubur dalam-dalam.

"Perbedaan pendapat tidak dapat dibendung, namun pertentangan yang membawa keretakan dapat dihindari bahkan berbagai perselisihan dan perbedaan tidak harus diselesaikan di sini, dan kini di dunia tetapi ada yang akan diselesaikan di hadapan Allah di hari kemudian," katanya.

Ia menambahkan, perbedaan pendapat bahkan keyakinan merupakan fenomena alamiah atau sunatullah termasuk perbedaan pelaksanaan hari Idul Adha yang terjadi di Indonesia dan beberapa negara lain.

"Laksanakan dengan baik apa yang anda yakini benar tanpa harus menyalahkan orang lain yang berbeda dengan Anda, begitu pula sebaliknya," ungkapnya.*

Baca juga: KBRI Kuala Lumpur kembali gelar shalat Idul Adha secara terbatas

Baca juga: Masjid At Taqwa tak dipadati jamaah yang Shalat Idul Adha

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022