Tokyo (ANTARA) - Intervensi mata uang Jepang telah menjadi "operasi siluman" untuk memaksimalkan dampak dari campur tangan ke pasar, kata Menteri Keuangan Shunichi Suzuki pada Selasa, setelah pemerintah menghabiskan rekor 43 miliar dolar AS untuk mendukung yen bulan lalu.

Pejabat Jepang sejauh ini tetap bungkam tentang kapan tepatnya mereka melakukan intervensi di pasar pada Oktober. Rincian lengkap dari gerakan intervensi akan tersedia ketika data intervensi triwulanan diterbitkan, yang dijadwalkan awal bulan ini.

"Ada kalanya kami mengumumkan intervensi tepat setelah kami melakukannya dan ada kalanya tidak," kata Suzuki. "Kami melakukan ini untuk memaksimalkan efek guna menghaluskan fluktuasi mata uang yang tajam."

"Kami tidak bisa mentolerir pergerakan mata uang yang berlebihan dengan perdagangan spekulatif," kata Suzuki kepada wartawan.

"Kami mengamati dengan cermat pergerakan pasar mata uang dengan rasa urgensi yang tinggi dan kami akan merespons fluktuasi yang berlebihan dengan tepat."

"Intervensi memiliki efek tertentu," tambahnya.

Jepang menghabiskan 6,3499 triliun yen (42,7 miliar dolar AS) untuk intervensi mata uang pada Oktober guna menopang yen, kementerian keuangan mengatakan pada Senin (31/10/2022), membuat investor tertarik untuk petunjuk tentang seberapa jauh pihak berwenang mungkin melangkah guna melunakkan penurunan tajam yen.

Penurunan tajam yen ke level terendah 32 tahun di 151,94 terhadap dolar pada 21 Oktober kemungkinan memicu intervensi, diikuti oleh putaran lain pada 24 Oktober. Pada September, Jepang melakukan intervensi pembelian yen pertamanya sejak 1998.

Yen sejak intervensi 21 Oktober telah bergerak dalam kisaran di bawah ambang batas psikologis 150 yen versus dolar. Pada Selasa, mata uang Jepang berpindah tangan pada 148,70, sedikit berubah dari sesi sebelumnya.


Baca juga: Jepang habiskan 42,8 miliar dolar buat intervensi Oktober menopang yen
Baca juga: Dolar AS menguat di sesi Asia jelang pertemuan Fed, yen jatuh
Baca juga: Yen jatuh terhadap dolar karena BoJ "dovish", pasar tunggu putusan Fed

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022