Jakarta (ANTARA) -
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat Dr dr Andhika Rachman memaparkan jenis-jenis pasien penderita penyakit tertentu yang dilarang  mendonorkan darah pada momen Hari Donor Darah Sedunia (HDDS) pada Rabu (14/6).  
 
“Ada orang-orang dengan penyakit tertentu yang tidak boleh mendonorkan darahnya, utamanya penderita gangguan jantung dan paru-paru, istilahnya darah buat dirinya sendiri saja belum cukup, jadi jangan malah diberikan ke yang lain,” kata Andhika pada diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
 
Selain itu, Andhika juga memaparkan jenis penderita penyakit lain yang sangat tidak dianjurkan untuk mendonorkan darah, yakni pasien dengan kanker, yang memiliki tekanan darah tinggi, kelainan pendarahan misalnya hemofilia atau thalasemia yang justru membutuhkan transfusi darah, yang memiliki riwayat hepatitis A, B, dan C, juga pasien dengan riwayat epilepsi dan kejang.
 
“Pasien dengan diabetes, apabila tingkat keparahannya belum tinggi masih bisa mendonorkan darah, tetapi jika sudah parah dianjurkan tidak, lalu pasien yang mengalami adiksi narkoba, dan menderita HIV/AIDS, meskipun sudah remisi, tetapi masih mengkonsumsi obat, lebih baik tidak donor, bagi yang punya riwayat alergi juga sebaiknya tidak donor,” katanya.  
 
Dia juga menjelaskan, bagi penduduk yang tinggal di daerah endemik Malaria misalnya Pulau Seribu dan Sukabumi selama satu sampai lima tahun, untuk memeriksakan diri atau skrining terlebih dahulu sebelum memutuskan donor darah.
 
“Untuk ibu yang sedang menyusui, dan bagi yang habis divaksin, sebaiknya juga tunggu dulu selama beberapa bulan untuk bisa donor darah,” ujar dia.  
 
Menurutnya, donor darah bisa membuat tubuh sehat apabila sesuai aturan, dengan usia yang dianjurkan bagi pendonor pertama yakni 18-60 tahun, dan jika sudah menjadi pendonor aktif dapat sampai dengan 65 tahun.
 
Donor darah juga bisa menjadi kebiasaan yang sehat apabila dilakukan maksimal tiga kali dalam setahun.
 
Selain itu, setelah mendonorkan darah, masyarakat juga dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang sehat agar darah yang tergantikan dalam tubuh bisa mengalir kembali dengan baik.
 
“Selama ini kan setelah donor darah kita diberi susu atau mie, nah itu sebenarnya tidak mesti seperti itu, sebaiknya mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung besi, misalnya daging merah, telur, susu, ikan untuk protein hewani, kalau protein nabati, bisa dari kacang-kacangan, kangkung, ubi atau singkong,” paparnya.
 
Andhika juga menekankan pentingnya Unit Transfusi Darah (UTD) untuk melakukan prosedur skrining dan pemeriksaan dengan benar sebelum darah diserahkan kepada rumah sakit untuk ditransfusikan.
 
“Prosedural darah ini tidak simpel, tidak sekedar memindahkan darah, tetapi memindahkan protein dari satu orang ke orang lain, sehingga memang dibutuhkan sekali untuk di bank darah atau UTD agar memeriksa terlebih dahulu dengan benar,” jelasnya.

Ia juga menegaskan pentingnya dokter di rumah sakit untuk memastikan keadaan pasien sebelum memutuskan perlunya melakukan transfusi.
 
“Ada beberapa departemen di rumah sakit yang akhirnya buang-buang darah, jadi kadang berpikirnya yang penting pesan saja dulu 1000, urusan dipakai atau tidak itu nanti, nah itu salah, karena transfusi ini perlu waktu dan proses yang panjang, jadi dokter perlu indikasi kuat, dan tidak menyia-nyiakan stok darah sehingga ketika dicari, bisa tepat guna bagi yang memang membutuhkan,” demikian Andhika Rachman.

Baca juga: PMI berkomitmen sediakan bahan baku fraksionasi plasma di momen HDDS

Baca juga: PMI anjurkan masyarakat jadikan donor darah sebagai gaya hidup

Baca juga: Ahli hematologi onkologi: 1 pendonor darah bisa selamatkan tiga nyawa

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023