Surabaya (ANTARA) - Pimpinan DPRD Kota Surabaya mendorong pemerintah kota setempat melakukan tata kelola jaringan digital di Kota Pahlawan, Jawa Timur.

Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thony di Surabaya, Rabu, mengatakan, dalam tata kelola itu mencakup soal perizinan penyelenggaraan, termasuk perawatan dan pemanfaatannya.

"Nanti ke depan jaringan itu menjadi sesuatu sektor yang strategis dan penting. Sehingga perlu dipikirkan keamanannya," katanya.

Thony menjelaskan, keamanan yang dimaksud bagaimana mengantisipasi ketergantungan terhadap jaringan online atau daring.

Ketika jaringan yang dikendalikan provider tersebut ada kendala, lanjut dia, maka ada antisipasinya. Sehingga, perlu dibuat dua sistem yang di antaranya tetap mempertahankan sistem manual.

Menurut Thony, hal itu juga sempat disampaikan dalam diskusi tentang Surabaya Smart City belum lama ini.

Menurutnya, Surabaya tidak masuk menjadi smart city versi IMD Smart City Index (SCI) seharusnya menjadi evaluasi bagi Pemerintah Kota Surabaya. Hal ini dikarenakan dengan tidak masuknya Surabaya menjadi salah satu smart city menunjukkan ada sesuatu yang salah dengan Kota Surabaya.

"Kami yang ada di pemerintahan menganggap ada variabel peran serta masyarakat yang kurang dalam parameter smart city. Seharusnya smart city memberikan ruang kepada masyarakat agar lebih berdaya," ujarnya.

Sementara itu, Pengamat Tata Kota dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Putu Rudy mengatakan, jika penilaian smart city versi IMD itu berdasarkan pengalaman warga, bukan berdasarkan pemerintah sebagai pemberi layanan. Misalnya saja, layanan kependudukan bisa dilakukan secara daring, tapi seberapa jauh warga sudah menggunakan ini.

"Warga tahu ada layanan kependudukan daring. Tapi mereka tak menggunakan karena tak reliable atau warga tak mampu menggunakan karena internetnya mahal. Itu sudah memberikan penilaian buruk bagi IMD," kata Putu.

Baca juga: Wali Kota Surabaya paparkan pelayanan digital di Forum Smart City

Pemerintah Surabaya sendiri punya Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 80 Tahun 2016 tentang Pemanfaatan Barang Milik Daerah. Dalam perwali ini mewajibkan para operator untuk membayar sewa kalau menanam dalam tanah kabel fiber optik. Padahal soal harus menyewa jalan untuk menanam kabel fiber optik ini tak dasar hukumnya selain perda itu sendiri.

"Ini yang memberatkan teman-teman pengusaha jasa telekomunikasi di Surabaya untuk menyediakan internet gratis di tempat-tempat publik, seperti sekolah, rumah sakit atau halte-halte," kata Ketua Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) Jerry Siregar.

Kata Jerry untuk menjadikan Surabaya sebagai smart city, bukan hanya dari pemerintahannya saja, tapi juga harus dibangun dari warganya yang mempunyai smart thinking.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sebelumnya mengatakan, tidak mengetahui apa saja yang dinilai untuk smart city, karena tidak pernah ada tim penilai yang turun untuk menanyakan hal itu di Kota Surabaya.

Meski demikian, jika Kota Pahlawan tidak masuk daftar smart city versi IMD World Competitiveness Center, dia tidak mempermasalahkan. Baginya, tujuan hidup menjadi wali kota adalah bagaimana bisa membahagiakan warga Surabaya menggunakan digitalisasi, sehingga memotong mata rantai dan mempercepat pelayanan publik.

Masuk ke dalam penilaian smart city bukanlah tujuan utama dari Pemkot Surabaya. Sebab, masuk atau tidaknya Surabaya ke dalam daftar smart city juga bisa tergantung dari tim penilai.

Baca juga: Solok Selatan susun master plan Smart City

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023