Bangkok (ANTARA News) - Sebanyak 87 orang perahu Rohingya dari Myanmar meloloskan diri pada Selasa dari satu pusat penahanan imigrasi Thailand, kata polisi.

Sementara satu kelompok hak asasi manusia menyerukan semua yang ditahan di fasilitas itu dibebaskan.

Orang-orang itu meloloskan diri dari pusat penahanan yang menampung 137 pencari suaka di Sadao, satu distrik di bagian selatan Thailand, yang berbatasan dengan Malaysia.

Mereka termasuk di antara hampir 2.000 orang Rohingya yang telah ditahan -- sebagian telah ditahan lama -- karena memasuki wilayah Thailand secara ilegal.

Laporan-laporan media setempat menyebutkan mereka membuat lubang di langit-langit dan memanjat keluar fasilitas itu dengan seutas tali yang terbuat dari kain.

Pihak berwajib mencari mereka yang kabur dan telah menangkap kembali dua di antara mereka, menurut Suwit Choensiri, seorang komandan polisi di Provinsi Songkhla yang mencakup Sadao.

"Mereka meloloskan diri karena merasa tertekan setelah ditahan lama tanpa ada ide mengenai masa depannya," kata dia.

Banyak di antara pencari suaka itu telah ditahan di pusat penahanan yang padat selama berbulan-bulan dan ada di antara mereka mendapat rawatan karena sakit jiwa.

Ribuan manusia perahu Muslim Rohingya termasuk kaum wanita dan anak-anak telah melarikan diri dari Myanmar sejak bentrokan-bentrokan antara pemeluk Buddha dan Islam terjadi tahun lalu di negara bagian Rakhine, di bagian barat Myanmar.

Mereka yang tiba di Thailand telah "diarahkan" oleh angkatan laut negara kerajaan itu ke Malaysia sesuai pilihan mereka atau ditahan sebagai imigran gelap.

Thailand pada awalnya mengatakan para pencari suaka akan diizinkan tinggal selama enam bulan sementara pemerintah bekerja dengan lembaga PBB urusan pengungsi (UNHCR) berusaha mencarikan negara-negara lain yang mahu menerima mereka.

Tapi bantuan dari luar negeri tak datang jua hingga sejauh ini, mengakibatkan para pengungsi terkatung-katung dan terpisah dari keluarga mereka.

Thailand telah membahas cara-cara untuk menyelesaikan isu itu, termasuk mengirim orang-orang Rohingya ke kamp-kamp baru di perbatasan dengan Myanmar, tetapi terpisah dari warga pemeluk Buddha guna menghindari bentrokan.

Namun, kelompok-kelompok hak asasi manusia menyerukan pembebasan mereka, dengan mengatakan warga Rohingya ditahan dalam kondisi yang berhimpit-himpitan dan rentan menjadi sasaran aksi eksploitasi.

"Orang-orang Rohingya telah melarikan diri dari hal-hal menakutkan di Burma (Myanmar) yang akan mengundang banyak risiko jika mereka kembali ke kampung halaman," kata Direktur Human Rights Watch Asia Brad Adams.

"Daripada mereka tinggal di kamp-kamp atau tempat penahanan imigrasi, pemerintah Thailand lebih baik mempertimbangkan untuk mengizinkan mereka bekerja dan tinggal di bawah perlindungan sementara."

(M016)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013