Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi (PERDOKI) menekankan pentingnya kolaborasi antara perusahaan dengan penyedia layanan kesehatan seperti rumah sakit dalam menangani persoalan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja.

Ketua Umum PERDOKI Dr. dr. Astrid B. Sulistomi, MOH, Sp.Ok, Subsp. BioKO(K) menjelaskan saat ini Indonesia memiliki sekitar 200 dokter spesialis okupasi untuk melayani 165 juta pekerja di Indonesia, sehingga kebutuhannya masih belum terpenuhi.

Oleh karena itu, salah satu upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan efektif bagi pekerja yakni melalui kerja sama antara rumah sakit dan perusahaan. Dengan begitu, dokter spesialis okupasi dari suatu rumah sakit dapat melayani beberapa perusahaan.

"Jadi sebenarnya perusahaan bisa kerja dengan rumah sakit, tidak usah punya dokter sendiri tapi membina kerja sama. Jadi dokter di rumah sakit juga bisa menangani beberapa perusahaan sekaligus tidak satu perusahaan satu dokter," ujar Astrid saat ditemui di sela kegiatan Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-16 PERDOKI di Jakarta Selatan, Sabtu.

Baca juga: PERDOKI bagikan kiat menjaga kesehatan di tempat kerja

Baca juga: PERDOKI dorong semangat masyarakat di tengah kejenuhan hadapi pandemi


Astrid menyoroti rendahnya kesadaran pekerja mengenai kesehatan dan keselamatan kerja. Tidak hanya itu, dia menilai umumnya penyediaan tenaga medis baik dokter umum maupun dokter spesialis di tempat kerja juga masih terbatas.

Oleh karena itu, dia mendorong penguatan edukasi baik kepada pekerja maupun perusahaan mengenai pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja.

"Menempatkan dokter di perusahaan atau program K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) sebenarnya adalah investasi. Dengan mengeluarkan itu tapi pekerjanya sehat kan akhirnya juga produktif dan akhirnya menguntungkan perusahaan juga," kata Astrid.

Sementara itu, Ketua Pelaksana Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-16 PERDOKI dr. Wening Tri Mawanti, Sp.OK menambahkan, PERDOKI aktif melibatkan pelaku usaha dalam pembahasan mengenai kesehatan dan keselamatan di lingkungan pekerjaan salah satunya melalui kegiatan Pertemuan Ilmiah Tahunan.

"Jadi dari satu sisi pekerjanya kami menangani langsung tapi dari sisi kebijakan kan harus manajemen yang mereka paham jadi dua-duanya ada pendekatan masing-masing," kata Wening yang turut hadir pada kesempatan yang sama.

Lebih lanjut, dia menjelaskan penyebab kecelakaan kerja tertinggi didominasi oleh kejadian saat pekerja melakukan perjalanan berangkat maupun pulang dari tempat kerja. Selain itu, industri minyak dan gas (migas), manufaktur, dan konstruksi juga memiliki tingkat risiko kecelakaan kerja yang tinggi.

"Definisi kecelakaan kerja itu kan mulai dari keluar rumah berangkat kerja, di tempat kerja, maupun dalam perjalanan kembali pulang itu definisi pengertian kecelakaan kerja. Kalau melihat seperti itu maka lalu lintas itu tinggi karena kelelahan atau buru-buru," ujar Wening.

Baca juga: Kemenkes minta perusahaan untuk perhatikan kesehatan mata para pekerja

Baca juga: Kemenkes lakukan skrining kesehatan pekerja setahun sekali

 

Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024