Pendidikan di Korea Selatan sudah semakin maju dan menerapkan disiplin keilmuan serba cepat, apalagi di bidang penguasaan teknologi terapan yang berdampak bisnis secara global,"
Seoul (ANTARA News) - Indonesia sangat berpeluang meningkatkan berbagai kerja sama dengan Korea Selatan (Korsel), terutama di bidang pendidikan teknologi terapan, selain hubungan dagangnya, kata Duta Besar RI di Seoul, John A. Prasetio.

"Pendidikan di Korea Selatan sudah semakin maju dan menerapkan disiplin keilmuan serba cepat, apalagi di bidang penguasaan teknologi terapan yang berdampak bisnis secara global," ujarnya kepada wartawan Indonesia, Selasa.

John mengemukakan, saat ini ada sekira 1.200 pelajar dan mahasiswa Indonesia di Korsel yang sebagian di antara mereka mendalami teknologi terapan.

"Masyarakat dunia dewasa ini banyak mengenal produk teknologi buatan Korea Selatan juga sebagai bagian kebudayaan global. Negeri ini gencar mengekspor kebudayaannya, termasuk K-Pop dan serial drama televisi yang dikemas pula dalam berbagai peralatan berteknologi canggih," katanya.

Selain itu, John juga memuji sistem pendidikan di Korsel yang menjadi prioritas utama dalam kehidupan berkeluarga.

"Dalam hal ini saya melihat peran ibu di Korea Selatan sangat menentukan dalam menanamkan nilai-nilai integritas hidup dan pentingnya menuntut ilmu," ujarnya.

Berkaitan dengan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Korsel, John menyatakan, mencapai lebih dari 30.000 yang sekira 21.000 bekerja dengan tingkat kesejahteraan memadai.

Ada pula sekira 250 tenaga kerja profesional, seperti perwakilan maskapai Garuda Indonesia Airways (GIA), pengacara bisnis maupun di bidang jasa konstruksi. "Hanya saja kita juga punya masalah cukup besar dengan ada sekira 6.300 tenaga kerja Indonesia yang statusnya ilegal, sehingga mereka harus segara melengkapi dokumen resminya atau justru harus dipulangkan ke Tanah Air," katanya.

Oleh karena itu, John yang puluhan tahun terlibat di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menilai, calon TKI harus benar-benar terdidik dan terlatih sebelum diberangkan ke luar negeri.

Oleh karena, ia menilai, pasar tenaga kerja global semakin bersaing di tengah sejumlah peraturan ketat untuk menjamin kesejahteraan tenaga kerja asing di satu negara, termasuk Korsel.

"Calon TKI juga perlu dilatih sesuai latar belakang kinerjanya, misalnya petani jangan asal diberangkatkan menjadi TKI di bidang konstruksi," ujarnya.

John menilai, semua TKI harus punya keahlian, karena tenaga kerja dari India, Malaysia dan Filipina banyak yang menilai kemampuannya jauh lebih baik dari TKI.

"Banyak TKI ilegal dan tidak memiliki keahlian di bidang kerjanya menjadi pihak yang tidak berdaya. Bahkan, mereka menerima penghasilan hanya setengah dari semestinya, dan was-was menghadapi aparat keamanan," demikian John A. Prasetio.

Sebanyak delapan orang delegasi PWI Pusat menjadi tamu Asosiasi Wartawan Korea (Journalists Association of Korea/JAK) yang mengadakan serangkaian diskusi dengan nara sumber utama di Negeri Ginseng itu.

Delegasi PWI Pusat dipimpin Sasongko Tedjo (Ketua Bidang Organisasi, wartawan Suara Merdeka) didampingi Priyambodo RH (Ketua Bidang Multimedia dan Teknologi, LKBN ANTARA), M. Ihsan (Wakil Bendahara, Warta Ekonomi) dan Astrid B. Soerjo Adinegoro (Dewan Penasehat).

Selain itu, Tri Agung Kristanto (Ketua Bidang Hukum/Advokasi Wartawan, Harian Kompas), Teguh Santosa (Ketua Bidang Luar Negeri, Rakyat Merdeka Online) dan Rudy Novrianto (Wakil Sekretaris Jenderal, Jurnal Pers Indonesia), serta anggota Dewan Pers, I Made Karuna Ray Wijaya (MNC TV).(*)

Pewarta: Priyambodo RH
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013