Yogyakarta (ANTARA News) - Kedua kubu pendukung capres-cawapres perlu merencanakan upaya rekonsiliasi secara nasional pascapelaksanaan Pemilu Presiden 9 Juli 2014, kata seorang akademisi.

"Mulai dari kubu pendukung di tingkat pusat hingga akar rumput tentu harus rela melakukan rekonsiliasi untuk menyatukan kembali perpecahan yang terjadi saat ini," kata pengajar dari Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) UGM Yogyakarta Suhadi.

Usul itu dikemukakan Suhadi dalam diskusi "Intoleransi Agama dan Kejahatan Politik" di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, perpecahan yang berkepanjangan hingga pemerintahan baru terbentuk akan menimbulkan hambatan besar bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan ekonomi, politik, dan sosial yang berskala nasional maupun internasional.

Apabila tidak ada rekonsiliasi, perpecahan antarpendukung capres-cawapres diperkirakan masih susah dihilangkan apalagi saat ini semakin diperpanas dengan ditambah munculnya kampanye hitam.

Menurut dia, upaya untuk memulihkan keharmonisan masyarakat seperti semula menjadi tanggung jawab capres-cawapres baik yang nantinya menang maupun kalah.

"Mereka harus bertanggung jawab memulihkan keadaan seperti sedia kala sebab saat ini jelas masyarakat kita sudah terbelah," kata dia.

Direktur Eksekutif Lembaga Studi Islam dan Politik (LSIP) UIN Sunan Kalijaga, Subkhi Ridho dalam kesempatan yang sama mengatakan organisasi masyarakat seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah seharusnya melakukan seruan kepada masyarakat untuk secara tegas menolak kampanye hitam dalam Pemilu Presiden 2014.

Segala sikap kedua ormas itu, menurut dia, akan serta merta menjadi acuan anggota atau masyarakat pengikutnya dalam menentukan pilihan.

"Kebanyakan masyarakat kita dalam menentukan pilihannya masih melihat tokoh-tokoh ormas yang dianutnya," kata dia.

Namun ia menyayangkan, kedua ormas tersebut meskipun secara resmi menyatakan netral, namun tokoh-tokoh di dalamnya cenderung lebih memiliki kepentingan untuk mendukung salah satu capres-cawapres.

"Mulai tokoh-tokoh pusat (NU-Muhammadiyah) hingga tokoh agama di tingkat desa/kecamatan sudah terang-terangan terfragmentasi, 'tergoda' mendukung salah satu capres yang berbeda," 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014