Jakarta (ANTARA News) - Sebenarnya ada dua kelompok besar penentang utama kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) George W Bush ke Indonesia yakni kelompok sektarian dan progresif, kata seorang tokoh PDI Perjuangan (PDI-P) di Jakarta, Senin. Sayangnya, menurut Andreas Pareira yang juga anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P, hanya ekspresi kelompok sektarian saja yang amat ditonjolkan oleh media massa terkait kunjungan Bush ke Indonesia baru-baru ini. "Padahal dalam kaitan Bush dan kepentingan AS, mestinya lebih kepada konteks kemanusiaan, yakni soal-soal kemanusiaan serta eksploitasi sumberdaya di negara-negara berkembang, sebagaimana diperjuangkan kelompok progresif," katanya. Dari era Bung Karno, kelompok progresif penentang neo liberalisme itu sudah muncul dan kemudian diteruskan oleh generasi Mahathir Muhammad (Malaysia), Ahmadinejad (Iran), juga kini para pemimpin sentral di Amerika Latin seperti Hugo Chaves dkk. "Karena itu, pemerintah RI harus secara bijak, jernih dan tepat untuk merefleksikan kepada pihak asing, termasuk AS, tentang eksistensi dua kelompok tersebut. Bahwa di Indonesia bukan hanya ada kelompok muslim yang merasa solidaritasnya terusik akibat kebijakan AS di Timur Tengah. Tetapi juga ada kelompok-kelompok progresif," tambahnya. Jika pemerintah tidak mampu mengekspresikan pesan ini, kunjungan pemimpin AS tidak punya makna strategis. "Yah, paling-paling cuma berhasil dalam hal pengamanan dan keuntungan politis lainnya, juga pencitraan," ujar Andreas Pareira yang juga Anggota Komisi I DPR RI itu. Lebih detil, Andreas Pareira menjelaskan, kelompok muslim di Indonesia sesungguhnya mau merefleksikan kejengkelan mereka terhadap Bush sebagai pemimpin yang haus darah dan figur penindas Palestina, Irak serta Afganistan, lalu mungkin tak lagi Iran. Sedangkan kelompok progresif yang sebetulnya jumlahnya lebih besar dan berada bersama dalam jaring-jaring forum internasional, menentang Bush dan AS sebagai representasi dari MNC penguras kekayaan negara-negara miskin. "Termasuk di sini kelompok-kelompok nasionalis, pelestari lingkungan hidup dan aliansi anti neo liberalisme lainnya yang merupakan mayoritas di dunia," tutur Andreas Pareira lagi.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006