PBB, New York (ANTARA News) - Sekjen PBB Ban Ki-moon, Senin, mendesak diakhirinya pertempuran mematikan antara gerilyawan, yang sebagian diduga memiliki hubungan dengan Al-Qaeda, dan tentara Ethiopia yang bersekutu dengan pemerintah Somalia di Mogadishu. Ban "menyeru semua pihak agar segera menghentikan semua permusuhan" dan "sangat prihatin dengan berlanjutnya pertempuran sengit di Mogadishu", kata jurubicara Michele Montas dalam suatu pernyataan, sebagaimana dilaporkan AFP. Sedikitnya 37 orang tewas dalam pertempuran Senin, sehingga jumlah korban jiwa jadi 256 --termasuk 28 gerilyawan-- dalam enam hari terakhir, kata Elman Peace and Human Rights Organization di Somalia. Ban "mencela penggunaan senjata berat secara membabi-buta sebagaimana dilaporkan terhadap pusat permukiman sipil, tanpa mempedulikan hukum kemanusiaan internasional". Ban menyerukan gencatan senjata guna "memudahkan akses bagi pengiriman bantuan kemanusiaan yang sangat diperlukan" dan mendesak dilanjutkannya pembicaraan karena "tak ada penyelesaian militer bagi konflik Somalia". Tentara Ethiopia, yang bersekutu dengan pemerintah peralihan Somalia, Senin, terus membombardir posisi gerilyawan di Mogadishu, tempat penduduk terperangkap dalam baku-tembak dan tembakan artileri berdarah antara kelompok yang bertikai. Badan pengungsi PBB pekan lalu menyatakan bahwa lebih dari 321.000 orang telah meninggalkan ibukota Somalia itu, yang terletak di pantai, sejak 1 Februari. Ribuan orang lagi telah mengungsi akibat lonjakan baru pertempuran yang meletus Selasa. Tentara Ethiopia membantu pemerintah Somalia dukungan PBB untuk mengusir pendukung Pengadilan Agama Islam dari bagian tengah dan selatan negeri tersebut pada Januari, tapi pertempuran telah meningkat saat gerilyawan dan gembong perang suku melancarkan perang gerilya dalam upaya mengusir pasukan asing. Amerika Serikat menyatakan Washington prihatin dengan meningkatnya krisis kemanusiaan di Somalia, yang dipicu oleh pengungsian terbesar warga dari ibukota negeri tersebut. Negara di Tanduk Afrika itu telah 16 tahun dirongrong perang yang tak kunjung usai. Hampir setengah juta orang telah meninggalkan Mogadishu, ribuan orang tidur di bawah pohon atau di tempat terbuka di berbagai kota kecil dan desa di sekitar ibukota Somalia tersebut. Sebelum pertempuran, penduduk Mogadishu diperkirakan berjumlah antara 1 dan 2,4 juta orang. Pekerja bantuan kemanusia telah memperingatkan mengenai bencana yang mengancam negeri itu, sementara penyakit seperti kolera mulai menyerang. "Sangat jelas bahwa ada krisis kemanusiaan yang muncul dari konflik yang sedang berlangsung di Mogadishu," kata Jendayi Frazer, Asisten Menteri Luar Negeri AS Urusan Afrika, kepada wartawan di Washington. Frazer mendesak semua pihak agar mencapai gencatan senjata dan mengatakan Amerika Serikat bekerjasama dengan pemerintah Somalia, badan PBB, pemerintah Ethiopia dan pihak lain guna berusaha membantu rakyat yang terkena dampak pertempuran. Somalia telah tak memiliki pemerintah yang efektif sejak tergulingnya Mohamed Siad Barre pada 1991 menyulut perebutan kekuasaan mematikan yang telah menggagalkan lebih dari 14 upaya guna menstabilkan negeri itu. (*)

Copyright © ANTARA 2007