Jakarta (ANTARA News) - Anggota Panitia Pengawas (panwas) Pemilu Presiden 2004, Topo Santoso mengatakan Amien Rais bisa dikenai sanksi pidana penjara maksimal dua tahun karena menerima dana non bujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). "Menurut saya (Amien Rais-red) tetap bisa dikenai sanksi pidana karena dinilai penerimaan dana tersebut tidak sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres)," kata Topo di Jakarta, Selasa. Dijelaskannya, Pasal 43 UU Pilpres menyebutkan sumbangan perseorangan kepada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tidak boleh melebihi Rp100 juta. Selain itu, pasangan calon dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain dari pemerintah, BUMN, dan BUMD, seperti diatur dalam pasal 45 ayat (1). Berdasar ketentuan itu dan pengakuan dia sendiri, kata Topo, Amien Rais sangat mungkin dikenai sanksi pidana. Seperti diatur dalam pasal 89 ayat (6) UU Pilpres, setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan diancam dengan pidana penjara paling singkat empat bulan atau paling lama 24 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Ancaman hukuman serupa juga bisa dikenakan kepada setiap orang yang menerima atau memberi dana kampanye dari atau kepada pihak-pihak yang dilarang, seperti pemerintah, BUMN, dan BUMD. "Sekarang tinggal kemauan polisi dan kejaksaan mengusut hal itu," kata Topo menambahkan. Menurut dia, penyidik tidak bisa berlindung pada pasal 79 ayat (4) UU Pilpres yang menyatakan laporan pelanggaran pemilu harus sudah diterima panwas selambat-lambatnya tujuh hari sejak terjadinya pelanggaran. Hal itu disebabkan dalam UU Pilpres tidak mengatur asas kadaluarsa suatu tindak pidana, sehingga pidana pemilu masih bisa disidik. "Yang diatur kan laporannya, bukan tindak pidananya," katanya menambahkan. Asas kadaluarsa, katanya, diatur dalam 78 KUHP yang menegaskan suatu tindak pidana dengan ancaman hukuman kurang dari tiga tahun tidak bisa dituntut jika melebihi batas waktu enam tahun. Menurut Topo, ketentuan dalam pasal 78 KUHP itu sekaligus menegaskan kasus penerimaan dana non bujeter DKP oleh Amien Rais masih bisa diproses secara hukum karena terjadi kurang dari enam tahun yang lalu. Sementara itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Teten Masduki mengatakan kasus dana non bujeter DPK itu setidaknya melibatkan tiga elemen dasar, yaitu partai politik, pemilihan presiden, dan individu. Pelanggaran yang terkait dengan partai politik, menurut dia, tetap harus diproses berdasar UU partai politik.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007