Jakarta (ANTARA News) - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hidayat Nur Wahid menyatakan Presiden dan Wakil Presiden tidak bisa diberhentikan (impeachment) di tengah-tengah pemerintahannya terkait aliran dana non budgeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). "Kalau diberhentikan dampaknya negara akan mengalami kekosongan, sehingga akan menimbulkan gejolak politik," kata Hidayat disela-sela Sosialisasi UUD 1945 dan Ketetapan MPR di Departemen Pekerjaan Umum, Senin. Menurutnya, alasan tidak dapat memutuskan jabatan Presiden dan Wapres di tengah jalan karena siapa calon yang akan mengisi kekosongan pemerintah setelah 31 hari karena sesuai peraturan Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan hanya diberi waktu selama itu. "Kita tidak mungkin melakukan rapat paripurna apabila ternyata calon-calon dari masing-masing kubu partai belum diajukan karena adanya berbagai kendala," kata Hidayat. Lebih lanjut, dia mengatakan, tim politik pemenang Capres dan Cawapres Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla hanya memiliki suara 70 dari 600 yang ada di MPR apalagi hubungan Partai Demokrat dengan Partai Bulan Bintang (PBB) sedang tidak harmonis karena kasus Yusril Ihza Mahendra, serta dukungan PKPI hanya satu suara saja. Sedangkan tim Mega-Hasyim yang disponsori PDIP dan PKB hanya memiliki 130 suara, hal ini karena suara terbesar di MPR masih dipegang Golkar dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD). Terkait hal itu apakah mereka akan diam saja tidak mengajukan calonnya. "Saya yakin apabila Presiden dan Wakil Presiden diberhentikan maka sampai batas waktu yang ditetapkan tidak ada satupun calon yang diajukan sehingga akan membahayakan pemerintahan karena tidak ada yang memegang," ujarnya. Hidayat lebih setuju apabila kasus aliran dana non budgeter DKP kepada sejumlah Capres dan Cawapres waktu itu diselesaikan melalui jalur hukum, bagi mereka yang terkena kasus tersebut dikenakan sanksi pengembalian dana dan denda. Menurutnya, selama ini apa yang dikemukakan Rokhmin Dahuri (Mantan Menteri DKP) belum sepenuhnya benar sehingga harus dibuktikan melalui pengadilan seperti disebut Amin Rais menerima Rp400 juta, namun ternyata hanya Rp200 juta. Ke depan, kata Hidayat, penggunaan aliran dana bagi tim sukses Presiden dan Wakil Presiden harus diperketat untuk itu perlu diatur kembali mengenai tugas KPPU dan Panwaslu sehingga dapat langsung dilakukan tindakan. "Jangan sampai seperti saat ini setelah empat tahun berjalan kasus tersebut baru diungkit-ungkit, Sementara Presiden dan Wapres sudah terpilih dan menjalankan tugasnya," ujarnya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007