Surabaya (ANTARA News) - Komandan Korps Marinir (Kormar) Mayjen TNI (Mar) Safzen Noerdin, yang akan menyerahkan jabatannya kepada Mayjen TNI (Mar) Nono Sampono 6 Juni mendatang, mengaku terpukul dengan insiden Grati yang menewaskan empat warga sipil akibat penembakan oleh anggota marinir. Saat berada di Markas Pasukan Marinir (Pasmar) I Surabaya, Safzen yang juga mantan Komandan Komando Pendidikan TNI AL (Kodikal) itu menganggap kasus akibat sengketa sebagian tanah di Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) Grati, Pasuruan, Jatim, Rabu tersebut sebagai "kado" pada akhir masa jabatannya. "Ini oleh-oleh di akhir masa jabatan saya. Saya tidak menyangka peristiwa seperti ini terjadi. Cuma, apa pun yang terjadi, semua adalah risiko jabatan," kata alumnus Akademi Angkatan laut (AAL) 1975 asal Aceh itu. Meskipun demikian, perwira tinggi berbintang dua yang menjabat Komandan Kormar selama dua tahun enam bulan 27 hari, sejak 9 Nopember 2004 itu tidak menyalahkan siapa-siapa dalam peristiwa ini, termasuk anggotanya yang terlibat. "Itu bukan peristiwa pertama kalinya anggota saya menghadapi aksi massa seperti itu. Kalau tidak terdesak dan membahayakan, tidak mungkin anggota saya melakukan penembakan seperti itu," kata mantan Wakil Panglima Komando Operasi (Wapangkoops) TNI di Aceh itu. Menurut mantan Komandan Brigif-2 Marinir di Jakarta (1999) dan Wagub Akademi AAL (2001) itu, kemungkinan saat penyerangan oleh warga, anggotanya tidak ingin peristiwa matinya polisi akibat amukan massa di Jayapura beberapa tahun lalu terjadi pada diri mereka. "Banyak yang heran mengapa di Grati Marinir bisa seperti itu, padahal selama ini prajurit Marinir dikenal dekat dengan rakyat. Dekat dengan rakyat itu memang menjadi visi dari prajurit Marinir," kata mantan Kepala Staf Kormar (2002) itu. Ditanya apakah peristiwa itu bisa mencoreng karier dirinya sebagai prajurit Marinir, ia menjawab hal itu terserah pada orang yang menilai.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007