Seoul (ANTARA News) - Sebanyak 24 pelaut Asia yang disandera oleh perompak di Somalia selama lebih dari lima bulan dibebaskan Minggu dan telah bertolak menuju Yaman, demikian diumumkan Kementerian Luar Negeri Korea Selatan. Dua kapal nelayan milik Korea Selatan dibajak pada 15 Mei. Kapal Mavuno 1 dan Mavuno 2 itu diawaki oleh empat orang Korea Selatan, 10 orang China, empat orang Indonesia, tiga orang Vietnam dan tiga orang India. Para pelaut itu bebas mulai pukul 22.00 waktu Seoul (pukul 20.00 WIB) dan dipastikan dalam keadaan selamat, kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan. "Mereka sedang menuju Yaman," katanya. Seorang pemimpin serikat pelaut setempat mengatakan kepada AFP pekan lalu, pembebasan akan segera dilakukan setelah uang tebusan ratusan ribu dolar dibayar. Park Hee-Sung, ketua Federasi Serikat Pelaut Korea, mengatakan, negosiasi dilakukan di Dubai untuk membebaskan kapal-kapal itu dan awaknya. "Ketika uang tebusan dibayar, segala sesuatunya berjalan lancar," kata Park mengutip pemilik kapal-kapal itu, An Hyeon-Su, yang berbicara melalui telefon dari Dubai. "Para penangkap mengisi bahan bakar dan pangan ke kapal-kapal itu." Park mengatakan, federasinya mengumpulkan sekitar 300.000 dolar dan kelompok-kelompok Kirsten secara terpisah menyumbangkan ratusan rubu dolar untuk membantu memenuhi tuntutan para perompak pada 6 Oktober bagi uang tebusan sekitar 1,1 juta dolar. Kapal-kapal yang terdaftar Tanzania itu dibajak ketika sedang dalam perjalanan menuju Yaman dari Mombasa, Kenya. Pada Oktober kapten salah satu kapal itu, Han Seok-Ho, meminta pemerintah memberikan bantuan. Han mengatakan, perompak memukuli para pelaut itu dan beberapa awak kapal menderita penyakit malaria. Pemerintah Seoul dituduh oleh keluarga para sandera itu tidak berbuat banyak untuk membebaskan mereka, khususnya setelah mereka bekerja begitu giat untuk mengupayakan pembebasan sekelompok pekerja bantuan Kristen yang disandera di Afghanistan pada Juli. Perompakan biasa terjadi di lepas pantai Somalia, yang tidak memiliki pemerintah yang efektif sejak penggulingan diktator Mohamed Siad Barre pada 1991 yang menyulut pergolakan kekuasaan berdarah. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007