Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo memaparkan pembentukan korporasi pengelola proyek Mass Rapid Transit (MRT) atau yang dikenal dengan Subway terhambat. "Keterlambatan pembentukan itu selain karena harus adanya Peraturan Daerah yang menaunginya, juga karena belum ditemukannya kata sepakat atas bentuk korporasi tersebut," kata Fauzi Bowo di Balaikota Jakarta usai rapat pembahasan perkembangan proyek MRT, Kamis. Belum adanya kesepakatan bentuk korporasi tersebut, meski kajiannya MRT sudah selesai, mengakibatkan personal yang menduduki jabatan dalam korporasi itu belum dapat ditentukan. "Tapi dalam rapat tadi saya tekankan pimpinan korporasi itu tidak perlu orang asing, kita ingin tenaga Indonesia saja, tapi bukan berarti kita tidak membutuhkan tenaga asing," ujarnya. Ia menambahkan sebagai salah satu alternatif agar pembentukan korporasi tersebut tidak tersendat-sendat maka ada usulan agar ditentukan dahulu orang yang memimpin korporasi tersebut dan kemudian secara bertahap membentuk struktur organisasinya. "Itu bisa saja dilakukan. Meski juga untuk rekrutmen terkait dengan pembiayaan namun saya sudah meminta agar itu tidak dipermasalahkan. Kita akan lakukan perekrutan itu paling cepat pada Januari mendatang," ungkapnya. Fauzi menjelaskan meski penandatangan nota kesepahaman pembangunan MRT dilakukan antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jepang, namun Pemprov DKI Jakarta diberi tanggung jawab untuk membentuk korporasi pengelola proyek itu dan juga hal-hal lain yang terkait. Pada 28 November 2006 pemerintah Jepang memberikan bantuan dana sebesar 817,5 juta dolar AS untuk pengembangan dan pembangunan Subway di Jakarta pada awal tahun 2009. Dengan perjanjian itu bisa dipastikan proyek Subway ini akan dibiayai oleh pemerintah Jepang dalam dua tahap, pertama pinjaman senilai 17,5 juta dolar AS yang menyangkut pekerjaan studi, dan kedua menyangkut konstruksi proyek senilai 800 juta dolar AS. Setelah adanya kepastian pengucuran dana pinjaman dari Jepang untuk pembangunan subway, maka Pemprov DKI Jakarta mulai melakukan sejumlah langkah termasuk pada 2007 menyelesaikan perencanaan engineering detail untuk angkutan massal cepat tersebut. Pihak Departemen Perhubungan dan Pemprov DKI akan segera mempersiapkan pelaksanaan tender pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan studi desain pada 2007, dan kemudian akan dilanjutkan dengan pembangunan konstruksi sekitar akhir 2008 atau permulaan 2009 dan selesai pada 2012. Proyek yang akan dibangun itu adalah pembangunan Subway atau kereta bawah tanah sepanjang 14 km dari Lebak Bulus menuju Dukuh Atas pada tahap pertama dan tahap kedua antara Dukuh Atas ke Kota. Pinjaman itu merupakan jenis STEP (Special Term for Economic Partnership) dengan tingkat bunga 0,40 persen per tahun dan masa pembayaran kembali 40 tahun, termasuk 10 tahun masa tenggang, dan metode pengadaan barang dan jasa. Pemerintah Jepang berharap pinjaman itu dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan fungsi Kota Jakarta dan perbaikan iklim investasi di kawasan metropolitan Jakarta, selain menstabilkan lingkungan internasional di sekeliling Jepang serta mempererat pertalian antara Jepang dan Indonesia, melalui pembangunan Indonesia yang stabil. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007