Jakarta (ANTARA News) - Mantan anggota Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin menyatakan Bank Indonesia (BI) pernah menganggarkan uang suap sedikitnya Rp10 miliar untuk membatalkan penahanan para mantan pejabat BI yang sedang terjerat kasus hukum. Antony menyatakan hal itu ketika bersaksi dalam perkara aliran dana BI sebesar Rp100 miliar kepada sejumlah anggota DPR dan para mantan pejabat BI dengan terdakwa mantan Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Rabu malam. Ketika bersaksi, Antony yang berstatus tersangka dalam kasus yang sama menyatakan pernah bertemu dengan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoy Tiong. Menurut Antony, dalam pertemuan itu Oey mengatakan, aliran dana BI berawal dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 24 April 2003. RDG itu ditujukan untuk membahas penyediaan dana bagi para mantan pejabat BI yang sedang terjerat kasus hukum. "Pada RDG tersebut diputuskan untuk menyediakan dana masing-masing Rp5 miliar untuk Sudradjad Djiwandono yang sudah jadi tersangka dan Iwan yang juga akan terjadi tersangka agar tidak ditahan," kata Antony di bawah sumpah yang juga dituangkan dalam pernyataan tertulis dan dibacakan di hadapan majelis hakim. Seperti diberitakan, para mantan pejabat BI pernah terjerat kasus hukum Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Mereka adalah Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. Antony juga bersaksi bahwa Oey menjelaskan, keputusan penyediaan dana Bi itu diketahui oleh Anwar Nasution yang kala itu menjadi Deputi Gubernur Senior BI, dan kini menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), lembaga yang mengungkap aliran dana BI. "Menurut Oey, rencana penyogokan itu sejak awal diketahui oleh Anwar Nasution," kata Antony melanjutkan. Kasus dana BI telah menjerat lima pihak, yaitu mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoy Tiong, mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin, dan anggota DPR Hamka Yandu. Berdasar laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus dana BI bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI pada 2003 yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar. Sejumlah Rp31,5 miliar dari dana itu diduga mengalir ke sejumlah anggota DPR untuk keperluan pembahasan revisi UU BI dan penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dalam persidangan, mantan Direktur Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) Baridjusalam Hadi dan mantan bendahara YPPI Ratnawati membenarkan pernah ada permintaan dana sebesar Rp13,5 miliar dari pihak BI. Menurut mereka, dana itu dialirkan ke Kejaksaan Agung untuk menyelesaikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Laporan BPK juga menyebutkan uang sebesar Rp68,5 mengalir ke sejumlah mantan pejabat BI yang terjerat kasus hukum. Berdasar penelusuran, penyidikan perkara Iwan R. Prawiranata dan Soedradjad Djiwandono dihentikan oleh kejaksaan. Tim jaksa yang menangani perkara keduanya adalah Y.W. Mere, Chairul Amir, Enriana F, Andi M. Iqbal, Robert Peleau. Sementara itu, Paul Sutopo divonis satu tahun enam bulan oleh Mahkamah Agung (MA). Perkara Paul ditangani oleh tim jaksa yang terdiri dari Heru Chaeruddin, Sunarta, dan Ali Mukartono. Kemudian Hendro Budiyanto juga divonis satu tahun enam bulan oleh MA. Jaksa yang menangani perkara Hendro adalah F.X. Soehartono, Yudi Handono, Arnold Angkow, dan Widadi. Hal yang sama juga dialami oleh Heru Supraptomo. Heru divonis satu tahun enam bulan oleh MA. Tim jaksa yang menangani perkara Heru adalah Baringin Sianturi, Firdaus Dewilmar, Ramdhanu, Dwiyanto, dan Tony Sinay.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008