Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Ninasapti Triaswati menilai erdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) yang diterapkan sejak awal Januari 2010 tidak menguntungkan seluruh sektor industri Indonesia.

"Untuk beberapa sektor industri manufaktur seperti garmen dan alas kaki, penerapan perdagangan bebas ini justru mengancam keberlangsungan industri tersebut," kata Ninasapti pada diskusi "Nasib Industri Lokal Setelah diberlukan ASEAN-China Free Trade Agreement (AC-FTA)" di Jakarta, Sabtu.

Dia menunjuk data nilai dan volume ekspor industri tersebut selama lima tahun terakhir yang terus merosot, sehingga meresahkan pengusaha dan tenaga kerja.

Apalagi, katanya, industri garmen dan alas kaki adalah sektor industri padat karya sehingga memberikan dampak besar terhadap lapangan kerja dan kesejahteraan rakyat.

Tapi setelah ACFTA, produk-produk dari China berharga lebih murah meramaikan pasar Indonesia.

"Serbuan produk dari China bisa mengancam produk lokal yang harganya lebih mahal. Jika hal ini berlangsung terus menerus maka industri lokal bisa kolaps," kata staf pengajar ekonomi pembangunan Fakultas Ekonomi UI ini.

Ia mendesak pemerintah melindungi industri lokal yang terancam kelangsungannya, dengan menunda penerapan pasar untuk sejumlah industri sebelum sepenuhnya siap menghadapi ACFTA.

Dia mengatakan, ACFTA sudah ditandatangani pemerintah Indonesia pada 2002 tapi selama delapan tahun hingga sekarang pemerintah tidak mendorong industri nasional siap menghadapinya.

Pada saat realisasinya mulai diberlakukan pada 1 Januari 2010, banyak pengusaha nasional belum siap dan berteriak, pemerintah baru bergerak.

"Saat ini sudah sangat terlambat, tapi jika pemerintah memiliki kemauan masih bisa dilakukan daripada tidak sama sekali," kata NIna.(*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010