Gambar ini menunjukkan sistem rudal canggih S-400 buatan Rusiaa di Laut Hitam semenanjung Crimea, Rusia. (Sputnik news agency)) (Sputnik news agency)/)

Mengusik rasa aman

Kalau Swiss, Swedia dan Finlandia yang netral saja khawatir oleh aksi Rusia di Ukraina, apalagi negara-negara Eropa yang berbatasan langsung dengan Rusia yang masih belum bisa melupakan represi selama era Uni Soviet dan Rusia pra-Soviet.

Ini termasuk Polandia yang vokal mendesak NATO mengirimkan pesawat tempur ke Ukraina.

Permintaan Polandia itu ditolak karena selain tak terkait NATO, bisa memperlebar krisis yang bisa menjustifikasi Rusia untuk melancarkan perang lebih luas yang bukan mustahil menyebar ke seluruh dunia.

Polandia yang dipreteli Rusia pada abad ke-18 semasa Chaterine Yang Agung, menjadi pihak yang paling dibuat gelisah oleh invasi di Ukraina.

Perasaan seperti itu juga menghinggapi tiga negara Baltik eks Uni Soviet; Lithuania, Latvia dan Estonia.

Ketiganya juga mendesak NATO turun tangan di Ukraina, apalagi Latvia dan Estonia berbatasan langsung dengan Rusia dan mempunyai penduduk minoritas etnis Rusia yang besar.

Putin sendiri menggunakan minoritas Rusia sebagai dalih menginvasi Ukraina. Alasan sama digunakan dalam perang Georgia pada 2008 hingga negara ini kehilangan Abkhazia dan Ossetia Selatan yang kebanyakan berpenduduk etnis Rusia.

Bukan mustahil dalih serupa dipakai juga di Moldova dan Kazakhstan yang memiliki proporsi minoritas etnis Rusia yang signifikan.

Oleh karena itu, mungkin benar NATO provokatif, tetapi menginvasi sebuah negara berdaulat salah besar dan ketika ini dilakukan negara besar maka tetangga-tetangga mereka akan sangat khawatir bakal diinvasi juga.

Baca juga: Anggota tetap DK PBB: tak ada yang bisa menang perang nuklir

Invasi juga preseden buruk karena "formula Rusia" ini bisa diadopsi negara lain untuk menyerang wilayah dengan dalih sama, melindungi minoritas seetnis.

Ya betul, kekhawatiran Rusia memang harus didengar, tapi absurd menganggap negara yang memiliki 6.300 hulu ledak nuklir atau terbanyak di dunia dan berkekuatan militer terbesar kedua di dunia, merasa bakal diserang negara lain. Bahkan AS saja akan berpikir sejuta kali sebelum bisa menyerang Rusia.

Oleh karena itu, alih-alih menceraiberaikan Eropa dan membuat dunia mau memaklumi Rusia, invasi di Ukraina malah mempersatukan benua itu. Apalagi jika epilog perang di Ukraina berpihak kepada Rusia.

Yang terjadi di Swiss, Swedia dan Finlandia, menunjukkan agresi yang telanjang melanggar hukum internasional, justru membuat animo bergabung dengan pakta militer yang dituding Rusia dan sebagian kalangan sebagai biang kerok krisis Ukraina, malah membesar.

NATO yang pernah disebut mantan presiden AS Donald Trump sebagai "usang" kini justru menemukan momentum untuk menegaskan lagi relevansinya.

Ini karena rasa aman Eropa terusik oleh agresi Rusia di Ukraina, terutama negara-negara yang berbatasan langsung dengan Rusia yang mengingat dalam-dalam riwayat agresif dan ekspansifnya negara terluas di dunia itu.

Baca juga: Siaga nuklir dan dugaan Vladimir Putin tidak stabil

Copyright © ANTARA 2022