Jakarta (ANTARA) - Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Tarumanagara Prof Ir Jap Tji Beng MMSi PhD mengatakan teknologi informasi menjadi faktor kunci dalam mengembangkan pengetahuan pada era disrupsi.

Perencanaan sangat penting dalam menghadapi masalah iklim dan teknologi informasi. Begitu juga teknologi informasi dalam komunikasi pun terus berkembang dengan kemajuan jaman, seperti munculnya konsep Metaverse yang dapat melahirkan berbagai aplikasi baru di masa mendatang.

"Teknologi informasi menjadi faktor kunci yang harus difokuskan secara kreatif dan kolektif untuk mengembangkan pengetahuan dalam menghadapi situasi yang tidak mudah pada era disrupsi ini,” ujar Jap Tji Beng dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Oleh karenanya, berkaca pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa pandemi maka dunia pendidikan tinggi pun harus berkreasi dan berinovasi. Konferensi dapat menjadi platform akademisi untuk melahirkan.

Baca juga: Untar tunda penyelenggaraan PTM terbatas di kampus

Baca juga: Penyelenggaraan perkuliahan tatap muka di kampus dilakukan terbatas


Untar menyelenggarakan International Conference on Economics, Business, Social, and Humanities (ICEBSH) dan International Conference on Applied Science and Engineering (ICASTE) yang diselenggarakan pada 23 dan 24 Maret 2022 secara daring.

Konferensi itu diikuti 485 peneliti dari sembilan negara yakni Belgia, Jepang, Taiwan, China, Filipina, Malaysia, Timor Leste, India, dan Indonesia. Konferensi itu menghasilkan 450 publikasi.

Rektor Untar, Prof Dr Ir Agustinus Purna Irawan IPU ASEAN Eng, mengatakan dalam beberapa tahun terakhir konferensi-konferensi yang diselenggarakan menjadi berbeda karena pandemi COVID-19.

“Kami menyaksikan sendiri kesulitan sejak persiapan hingga pelaksanaan konferensi. Saya mengucapkan terima kasih kepada LPPM Untar dan panitia pelaksana atas kerja keras, dedikasi, dan komitmennya sehingga konferensi dapat terlaksana," katanya.

Kolaborasi dengan universitas dalam dan luar negeri sangat diperlukan karena akan meningkatkan kualitas karya para dosen dan mahasiswa, serta memberi manfaat seluas-luasnya kepada masyarakat dengan mempublikasikan penelitian tersebut.

Ketua Panitia ICASTE-ICEBSH, Dr Eng Titin Fatimah ST MEng, mengatakan bahwa konferensi itu memiliki tujuan mengumpulkan pemikiran-pemikiran positif dan berharga dalam berbagai topik dengan memberi wadah bagi para peneliti, praktisi, aparat pemerintah, akademisi, serta pakar untuk berbagi, bertukar pemikiran, pengalaman, dan mengembangkan koneksi.

Pakar Sistem Informasi dari The University of Sydney, Sebastian Boell PhD, mengatakan informasi dianggap sebagai angka 1 dan 0 yang tersimpan dalam sebuah hard drive dan dapat diukur secara kuantitatif dalam 0/1, byte, dan lain sebagainya.

Informasi seperti itu adalah hal baik jika ingin membuat sebuah program, namun jika berbicara dengan manusia dan pengetahuan dalam sisi akademis, perlu melihat informasi dari perspektif lain seperti fakta tentang pengetahuan dimana informasi dianggap sesuatu yang diketahui dunia.

Semakin banyak informasi yang diketahui, semakin banyak juga informasi yang dimiliki. Perspektif lain adalah pandangan yang lebih humanis atau lebih sosial. Perspektif itu menyampaikan bahwa informasi adalah sesuatu yang dimengerti, jika seseorang memberikan angka atau teks tetapi tidak dimengerti maka hal tersebut bukanlah sebuah informasi.

“Perspektif ini tidak lagi melihat bahwa informasi adalah segala sesuatu yang tersedia di sekitar, namun merupakan sesuatu yang terjadi di otak kita, maka semakin banyak kita mengerti semakin banyak juga informasi yang kita punya. Sedangkan para akademisi mengatakan bahwa informasi lebih mengarah kepada persetujuan bersama terhadap suatu hal yang penting sehingga dapat dimengerti bersama,” kata Sebastian.*

Baca juga: Presiden berharap Untar perkuat kolaborasi dengan industri

Baca juga: Kemendikbudristek: MBKM siapkan lulusan yang sesuai dinamika kerja


Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022