Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia menyiapkan tiga aspek yaitu konektivitas, infrastruktur data, dan aplikasi sebagai cara membuat infrastruktur digital di Tanah Air bisa ramah lingkungan dan mendukung konsep industri berkelanjutan.

Baca juga: Pengembangan metaverse wujud dukung kedaulatan digital Indonesia

"Dalam aspek konektivitas, Kementerian Kominfo telah menginisiasi pengembangan jaringan 5G yang saat ini telah mencakup daerah di 13 kota di Indonesia. Secara operasional, jaringan 5G merupakan teknologi yang lebih ramah lingkungan, dengan lebih banyak bit data per kilowatt energi dibandingkan generasi nirkabel sebelumnya,” ujar Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika bidang Digital dan Sumber Daya Manusia Dedy Permadi dalam acara virtual Open Society Conference (OSC) 2022, Kamis.

Lalu aspek kedua yaitu infrastruktur data bisa terlihat dalam proyek pengembangan Pusat Data Nasional (PDN) yang dipimpin oleh Kementerian Kominfo, Indonesia mendukung pengembangan Pusat Data Hijau atau dikenal dengan istilah green data center.

Baca juga: Perusahaan anak bangsa dipercaya bangun metaverse wisata Mediterania

Konsepnya adalah membuat operasional pusat data tersebut memanfaatkan energi terbarukan sehingga bisa bekerja lebih efisien.

Apalagi menyongsong era metaverse yang semakin di depan mata, konsumsi data tentunya akan semakin masif dan memakan daya.

Untuk itu diperlukan pemanfaatan daya yang ramah lingkungan namun tetap dapat mendukung kemajuan layanan di ruang digital di masa depan.

Pada aspek terakhir yaitu aspek aplikasi, melalui program Kota Pintar atau Smart City sejak 2017, Kementerian Kominfo mendorong adanya simulasi- simulasi solusi bagi lingkungan secara virtual seperti pengaplikasian inovasi "digital twins" sehingga bisa juga membantu efisiensi biaya operasional.

Inovasi "digital twins" adalah sebuah model virtual yang memang bisa menunjukkan secara persis objek fisik ke dalam bentuk digital, dan telah banyak digunakan oleh berbagai sektor industri termasuk otomotif hingga penataan kota.

Baca juga: Menkominfo dorong siswa NTT berinovasi di bidang digital

Aplikasi digital untuk kota- kota pintar yang telah diadaptasi di 141 kota maupun kabupaten itu tentunya membantu kinerja penanganan sebuah masalah menjadi lebih mudah karena mendapatkan gambar yang jelas lewat bantuan teknologi.

Ketiga aspek itu sejalan dengan visi Indonesia menargetkan "Net Zero Emission" pada 2060.

Membangun infrastruktur digital yang ramah lingkungan pun nantinya tidak hanya berdampak baik untuk kondisi alam tapi juga menyiapkan ekosistem digital khususnya menyongsong era metaverse yang lebih keberlanjutan.

Metaverse dengan beragam pengembangannya yang memanfaatkan virtual reality, augmented reality, bahkan menciptakan mixed reality seharusnya di masa depan bisa membantu mengatasi masalah lingkungan.

Baca juga: Bertumpu pada teknologi untuk bangkit dari pandemi

Seperti misalnya menghadirkan industri fesyen digital yang bisa menangkal masalah limbah pakaian di dunia.

Namun tak bisa dipungkiri masih banyak pengembangan layanan terkait teknologi digital yang menyisakan jejak- jejak karbon misalnya seperti transaksi aset- aset kripto.

Dedy Permadi mencontohkan rata-rata transaksi aset kripto Ethereum rupanya aset kripto itu mengonsumsi 60 persen lebih banyak energi dibandingkan transaksi dari 100.000 kartu kredit.

Contoh lainnya datang dari investasi yang akhir- akhir ini marak yaitu Non Fungible Token (NFT) yang ternyata satu transaksinya menghasilkan 48 kilogram karbodioksida atau sama dengan membakar 18 liter diesel.

“Oleh karena itu, dibutuhkan pengadopsian infrastruktur TIK yang ramah lingkungan untuk meminimalisasi risiko lingkungan dan membangun dunia metaverse yang inklusif dan berkelanjutan,” tutupnya.


Baca juga: Sri Mulyani: G20 dorong peningkatan infrastruktur digital

Baca juga: Kominfo: Pembangunan infrastruktur sokong transformasi digital

Baca juga: Pemerintah tegaskan komitmen bangun infrastruktur telekomunikasi

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022